Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penyunting: Resita Wahyu Febiratri
Penerbit: GagasMedia
Blurb:
“Hai, Satya! Hai, Cakra!” Sang Bapak melambaikan tangan.“Ini Bapak.Iya, benar kok, ini Bapak. Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah, berkat doa Satya dan Cakra.
…
Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian. Bapak sudah siapkan.
Ketika punya pertanyaan, kalian tidak pernah perlu bingung ke mana harus mencari jawaban. I don’t let death take these, away from us. I don’t give death, a chance.
Bapak ada di sini. Di samping kalian. Bapak sayang kalian.”
Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…, tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.
Cerita Sabtu Bersama Bapak dimulai dengan Gunawan Garnida yang tahu hidupnya enggak bakal lama lagi. Tapi, dia enggak mau bikin hidupnya sia-sia. Dia mau anak-anaknya tetep bisa ketemu dan belajar dari dia. Akhirnya, dia bikin video-video untuk Satya dan Caka (anak-anaknya) buat ditonton setiap hari Sabtu.
"Setiap saya bingung mau ngapain, ada Bapak di sana. Setiap hari Sabtu."
Dari kecil, Satya dan Cakra selalu semangat banget nonton video-video Bapak setiap hari Sabtu sama ibunya--Itje. Mereka selalu dapat pelajaran-pelajaran berharga dari Bapak.
Terus, akhirnya mereka gede (
'HATINYA! HATINYA!
JEROAN DIJUAL MURAH!
HATINYA, BU! MASIH SEGAR! HATI JOMBLO BU, LIHAT INI BANYAK BEKAS LUKANYA
HIDUPNYA BERAT INI, BU!'
Ibu Itje juga udah bertambah tua, tapi dia enggak mau bikin anak-anaknya repot. Dia usaha sendiri, dari bikin warung sampai punya delapan rumah makan. YEY.
"Waktu dulu kita jadi anak, kita gak nyusahin orangtua. Nanti kita sudah tua, kita gak nyusahin anak."
Di sini, Satya awalnya itu penuntut abis. Dia kan kalau kerja jarang pulang (
Kemudian, Rissa--istrinya Satya--ngirim email yang isinya, Satya mending enggak usah pulang dulu. Dan dari situ, Satya sadar, dia udah keterlaluan.
Satya pun memutuskan untuk nonton lagi video-video dari Bapak, biar dapat semacam pencerahan gitu. Dan iya, emang bener. Waktu dia pulang ke rumah, dia berusaha jadi ayah dan suami yang baik untuk keluarganya. Dia main sama mereka, nahan amarah, dan ngajarin mereka banyak hal--dari ngajarin bikin layangan, sampai ngajarin berantem.
"Akan datang juga Kang, masanya semua orang tidak akan membiarkan kalian menang. Jadi kalian harus pintar, Kalian harus kuat. Kalian harus bisa berdiri dan menang dengan kaki-kaki sendiri."
Nah, sekarang, ayo kita ke Cakra
Seperti yang udah saya bilang tadi, Cakra ini jomblo. Umurnya 30, belum nikah. Tapi ya, ada alasannya, sih. Dia pengin siap dulu sebelum pacaran dan nikah. Makanya dia kerja dimapanin, beli rumah, dll, dll. Dorongannya dari mana? Dari mana lagi kalau bukan dari nasihat Bapak.
"Menikah itu banyak tanggung jawabnya.
Rencanakan.
Rencanakan untuk kalian.
Rencanakan untuk anak-anak kalian."
Lucunya, Cakra sering banget digodain sama bawahan-bawahannya yang rada sengklek. HAHAHA.
"Pagi, Pak Cakra."
"Pagi, Wati." Cakra membalas sapa salah satu sales yang duduk tidak jauh dari ruang kantornya.
"Udah sarapan, Pak?"
"Udah, Wati."
"Udah punya pacar, Pak?"
"Diam kamu, Wati." Cakra masuk ke dalam ruangannya dan menyalakan laptop.
"Pagi, Pak," sapa Firman di depan pintu. Dia adalah bawahannya yang lain.
"Pagi. Firman."
"Pak, mau ngingetin dua hal aja, Bapak ada induksi untuk pukul 9 nanti di ruang meeting."
"Oh, iya. Thanks. Satu lagi apa?"
"Mau nginggetin aja, Bapak masih jomblo."
"Enyah, kamu."
Sampai suatu hari, ada cewek ayu namanya Ayu yang datang ke kantornya. Dan Cakra mulai naksir-naksir gitu. Cuma kocak gara-gara canggung dan Ayu juga udah digebet sama orang lain.
Tapi ternyata Ayu itu...
Terakhir, ada Ibu Itje! Saya udah bilang kan, kalau dia enggak mau ngerepotin anak-anaknya? Makanya pas dia ada masalah kayak sakit gitu, dia enggak mau cerita ke Satya atau Cakra karena anak-anaknya itu lebay banget dan nanti, mereka malah sibuk ngurusin dia doang. Ibu Itje kan enggak mau jadi beban.
Oke, sekarang bahas bukunya.
Saya sukaa ehehe. Sebenernya udah mau baca dari kapan tau, cuma baru sempet akhir-akhir ini. Gapapalah ya, sebelum nonton filmnya WKWK.
Buku ini banyak banget pesan-pesan dan pelajarannya--tanpa terkesan menggurui. Ada pelajaran buat jadi orangtua yang baik, suami yang baik, anak yang baik, dan jomblo yang baik : )) HAHA.
Selain itu, novel ini juga kocak. Saya ngakak-ngakak pas baca. Wakakak.
Tapi, ada yang mau saya tanya. Enggak banyak kok ehhe.
Pertama ini kayaknya 'gak'-nya nyempil-nyempil salah (?) gitu ya wkwk.
harusnya kalau saya di site bukan? |
Kan kayak gini:
Terus ini pas Cakra telepon Satya:
Tapi terus beberapa halaman selanjutnya ada ini:
visual mulai terlihat itu videonya mulai bukan? CMIIW lol. Dan yang saya buletin itu jadi kayak nyasar. |
Sama terakhir:
Udah gitu aja. WKWK. Selain itu, sebenernya kadang saya nemu kayak titik yang menghilang di telan laut, dan beberapa kesalahan tanda baca, kapital, dll, dll. Tapi its ok wae ya.
Hmm, itu aja kali ya. Saya mau naruh kutipan-kutipan yang saya suka yaaa! ((sebenernya ada banyak banget, tapi enggak mungkin saya tulis semuanya kan wkwk))
"Prestasi akademis yang baik bukan segalanya. Tapi memang membukakan lebih banyak pintu, untuk memperlihatkan kualitas kita yang lain."
--
"Bapak minta kalian bermimpi setinggi mungkin. Tapi mimpi tanpa rencana dan action, hanya akan membuat anak istri kalian lapar.
Kejar mimpi kalian.
Rencanakan.
Kerjakan.
Kasih deadline."
--
"Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Nanti yang sulung benci sama takdirnya dan si bungsu tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang sama. Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan."
"Menjadi panutan bukan tugas anak sulung-kepada adik-adiknya.
Menjadi panutan adalah tugas orangtua-untuk semua anak."
--
"Harga diri kita, datang dari akhlak kita.
Anak yang jujur.
Anak yang baik.
Anak yang berani bilang 'Saya benar' ketika benar.
Anak yang berani bilang 'Maaf' ketika salah.
Anak yang berguna bagi dirinya,
dan orang lain."
"..."
"Harga diri kamu datang dari dalam hati kamu dan berdampak ke orang luar.
Bukan dari barang/orang luar, berdampak ke dalam hati."
--
"Kata Bapak saya... dan dia dapat ini dari orang lain. Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang ngisi kelemahan, Yu."
"..."
"Karena untuk menjadi kuat, adalah tanggung jawab masing-masing orang. Bukan tanggung jawab orang lain."
Oke, mungkin itu dulu, ya. HEHE.
Terakhir, saya kasih 4 dari 5 bintang buat Gembel Cinta HAHAHA.
0 komentar:
Post a Comment