Judul: Jarak Antarbintang
Penulis: Naimmah Nur Aini
Editor: M.L. Anindya Larasati
Penerbit: Elex Media Kompetindo
Blurb:
Alfa Centauri Radistya, mahasiswi normal jurusan konservasi di salah salah universitas ternama negeri. Hidupnya baik-baik saja sampai datang Auriga, seniornya di kampus yang datang bagai hipernova dan membuatnya kesal terus-menerus. Dari kesal menjadi cinta, Alfa lalu dihadapkan pada misteri tentang seorang Auriga.
Di antara perasaan cinta dan putus asanya, dia mencoba mengurai satu per satu kehidupan Auriga. Sanggupkah ia membawa Auriga menikmati senja manis di tepi pantai? Ataukah dia akan menyerah dan memilih mundur dan berbalik arah pada sahabat Auriga yang selama ini diam-diam menyukainya sangat dalam? Semesta senang bermain-main. Benarkah semuanya adalah kebetulan yang disengajakan?
Jarak Antarbintang bercerita tentang Alfa, mahasiswi jurusan konservasi di Bogor yang awalnya hidup normal. Dia punya teman-teman yang baik, keluarga yang lengkap dan pengertian, dll. Untuk kehidupan romansanya, selama ini Alfa ceritanya terjebak cinta sendirian sama teman Quora-nya yang udah beberapa waktu terakhir ini menghilang.
Jadi, Alfa kenalan sama cowok misterius yang enggak dikenal di Quora, terlibat banyak percakapan seru, menarik, dan lain sebagainya sama dia. Alfa udah merasa klop banget sama itu cowok. Eh, tapi dia tiba-tiba hilang.
Di sela-sela harinya yang agak galau gara-gara ditinggal cowok yang bahkan belum pernah dia temui, Alfa ketemu sama Auriga--kakak kelasnya di kampus yang ceritanya keren banget. Genius abis, ganteng, multitalenta, you name it.
Tapi entah kenapa, dari awal Auriga ini kerjaannya bikin Alfa kesel terus. Pokoknya Alfa jadi dari awal udah dendam banget sama Auriga. Apalagi, pertemuan pertama mereka itu, pas Auriga lagi dikeroyok, terus Alfa nyelamatin, dan bukannya berterima kasih, eh si Alfa malah dikata-katain sama Auriga.
"Aku benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan cowok ajaib itu. Dikeroyok orang sampai babak belur, lalu aku menolongnya--yang setelah kupikir ulang apa benar tindakanku tadi berguna--tapi dia malah mengataiku bego, bawel, dan menyuruh mengusap iler."
Nah, seperti yang bisa ditebak, lama-lama mereka jadi dekat dan Alfa pun bisa melihat sisi lain dari Auriga. Cerita ini sebenarnya masih panjang banget dari sini. Banyak masalah yang terungkap dan terselesaikan, tapi saya enggak mau cerita panjang-panjang karena
Sekarang, mari bahas bukunya!
Sebelumnya... HALOO, udah berapa bulan sejak saya terakhir review di sini? HEHE. Maafkan yaa :') *membersihkan debu di blog*
Oke, ayo bahas bukunya.
Saya sebetulnya udah pernah baca cerita Alfa-Auriga ini beberapa tahun yang lalu di Wattpad, tapi saya udah benar-benar lupa sama ceritanya, jadi pas saya baca ini, saya enggak ada gambaran sama sekali bakal baca apa (ya walaupun waktu baca ada keinget-keinget dikit sih, cuma tetep lupa secara garis besarnya hehe).
Yang pertama kali saya mau sampaikan adalah... pengetahuan dan informasi tentang astronomi yang didapat dari buku ini banyak dan keren-keren bangeet! Saya yang buta astronomi jadi agak tercerahkan (walaupun di beberapa bagian kalau udah pusing dan males saya skip sih hehe, maafkan ya). Tapi beneran deh, informasinya tuh bukan cuma tempelan doang, kayak benar-benar ada pengaruh di ceritanya dan emang astronomi adalah salah satu hal yang menghubungkan kedua karakter utamanya.
Saya juga suka banget sama cara bercerita Kak Nau. Enak banget dibacanya. Ngalir gitu, terus di beberapa bagian juga kocak, jadi bacanya seru.
Nah, tapi, ada beberapa hal yang bikin saya kurang bisa menikmati buku ini. Yang mau saya sampaikan ini mungkin subjektif yaa, karena banyak kok yang enggak masalah sama hal ini, tapi beberapa hal yang bakal saya sebutin di bawah ini emang ngeganggu saya dan ini yang bikin saya baca buku ini agak lama, padahal harusnya bisa aja cepet.
(Warning: pembahasan di bawah mengandung beberapa spoiler).
Karakter adalah masalah utama yang bikin saya sempet hampir DNF. Iya, saya enggak terlalu sreg sama karakter-karakternya, terutama dua karakter utamanya ya--Alfa dan Auriga.
Hmm, siapa dulu yaa kira-kira wkwk.
Oke, Alfa, deh.
Alfa ini dari awal emang diceritakan sebagai cewek yang ceria, dll. Dia (kata orang-orang sih) cantik tapi dirinya sendiri enggak nyadar kalau dia cantik. Fisiknya kayak gimana juga saya enggak kebayang. Jadi ya, oke, saya terima dia cantik.
Masalah kepribadiannya.... awalnya saya masih bisa terima, ya. Saya benar-benar mulai enggak habis pikir pas dia mulai ngemis ke Auriga padahal udah ditolak, dikata-katain, dan sebagainya. Alfa tetap pada pendiriannya buat bantuin Auriga.
Oke, oke, Alfa baik. Oke, oke, Alfa keras kepala. Oke juga dia mungkin udah kebal sama teriakannya Auriga. Tapi saya bacanya udah kayak
Tapi ya sampai sini saya bisa ngerasa sih, kalau keenggaksukaan saya sama Alfa dan tindakan serta keputusan-keputusannya itu subjektif banget. Mungkin emang saya aja yang enggak cocok sama dia, jadi ya, saya tahanin diri dan lanjut baca karena saya mau ngasih Alfa-Auriga kesempatan wkwk.
Saya benar-benar habis kesabaran dan enggak ngerti lagi sama Alfa waktu dia ditinggal Auriga ke Italia dan dia nyusul, terus terjadi adegan sinetroniah, dan dilanjutkan dengan Alfa yang depresi dan bahkan hampir bunuh diri terus akhirnya.... yah, gitu.
Saya bakal ngasih buku ini 3 bintang (atau bahkan lebih) kalau buku ini berakhir di halaman 363, waktu Alfa ngucapin selamat tinggal ke Auriga. Karena menurut saya, di situ, ada character development di diri Alfa (minus keputusannya buat nikah sama *tuut*). Tapi karena buku ini terus berlanjut sampai halaman 395 dan berakhir... begitu, saya jadi dengan berat hati menurunkan bintangnya.
Bukannya enggak ada character development sama sekali. Tentu aja ada. Alfa belajar banyak banget dari pengalamannya sama Auriga. Dia sendiri banyak bilang kalau Auriga berjasa dalam proses pendewasaannya.
Tapi ketika akhirnya, dia balik lagi ke Auriga, saya ngerasa pelajaran yang dia dapet tuh buat apa? Dan sejujurnya, saya enggak ngerti kenapa Alfa mau balik lagi sama Auriga setelah semuanya (iya ini spoiler, udah lah).
Tapi ketika akhirnya, dia balik lagi ke Auriga, saya ngerasa pelajaran yang dia dapet tuh buat apa? Dan sejujurnya, saya enggak ngerti kenapa Alfa mau balik lagi sama Auriga setelah semuanya (iya ini spoiler, udah lah).
Apa karena Auriga janji sama Alfa buat enggak nyakitin Alfa lagi?
HAHAHAHA. I lost count lho berapa kali Auriga janji-janji kayak gitu dan tetep aja kalau marah kayak orang kerasukan dan dia enggak berusaha ngendaliin itu (padahal Auriga sendiri pernah ngomong kalau dia nyadar dia kayak gitu kalau lagi marah tapi enggak ngelakuin sesuatu tentang itu.)
Sekarang bahas Auriga deh. Buat yang bingung kenapa dari tadi saya enggak suka banget sama Auriga, ok, let me explain.
Dari awal dia udah maksa ini-itu ke Alfa, saya udah kesal banget. Lagi-lagi, ini mungkin masalah subjektif, tapi saya enggak suka sama sikapnya Auriga. Bahkan jauh sebelum Auriga nyium keningnya Alfa secara sepihak (kalo gasalah), saya udah enggak suka sama sikap maksa-maksa dan soknya Auriga.
Apalagi setelah agak di akhir dia ngomong kalau dia sengaja bersikap ngeselin gitu, saya udah kayak
Menurut saya, Auriga adalah sosok yang abusive, egois, seksis, dan hidupnya Aurigasentris. Bener-bener semuanya tentang dia. Bahkan ketika dia salah sama Alfa dan minta maaf, kata-kata yang dia ucapin kayak gini:
#Egois1: minta maaf supaya Alfa enggak pergi, buat kepentingan Auriga.
"Setelah apa yang kita lalui selama ini, bagaimana bisa gue ngelepas lo? Udah selesai 'bukan tentang gue' itu, gue udah nggak peduli kalau ada dampak ikutan. Itu biar jadi konsekuensi gue. Tapi asalkan konsekuensinya jangan lo pergi kayak gini."
#Egois2: mau baikan sama Alfa, supaya Alfa enggak sakit hati lagi, ujung-ujungnya buat Auriga.
Ini ada pas bagian Alfa ngomong dia udah 'runtuh' gara-gara Auriga.
(Sebenernya ini agak panjang jadi poin #egois2 ini tolong dipangkatkan sekian karena egoisnya banget-banget. Perhatikan kalimat-kalimat Auriga yang saya bold).
"Harap diingat, ini keruntuhanku. Bukan prinsip hidup."
"Oh kalau begitu biarkan gue yang memungut puing itu dan membangunnya kembali. Untuk akhirnya bisa gue huni dengan nyaman."
"Carilah tempat peristirahatan lain. Atau istirahat selama-lamanya."
"Lo mau gue mati?" tatapannya berubah horor. "Gue mau lo yang jadi tempat peristirahatan gue dan sebaliknya."
"Sudah ada yang ingin melakukannya. Kamu nggak perlu repot-repot."
Dia mendengus. "Untuk rumah yang nyaman, gue nggak akan pernah merasa repot."
"Terserah saja. Aku udah beneran lelah. Bisa kita permudah ini semua?"
... blablabla, (saya skip) sampai akhirnya Auriga ngomong lagi:
"Gue nggak merasa bersalah. Gue sedang mencari material terbaik untuk membangun rumah."
Hm... Auriga, coba kenalan dulu sama
Dan sepanjang buku karakternya begitu. Enggak ada character development-nya. Nol. Yang ada makin buruk dari hari ke hari. Dan Auriga sendiri yang ngomong kalau dia bakal mencoba berubah literally di halaman terakhir.
Dan bukannya saya bilang setiap karakter harus ada perubahannya, ya. Ya bisa aja enggak. Tapi kalau kedua karakter utamanya enggak ada perubahan signifikannya... ya gimana ya? Hehe.
Banyak yang bilang karakter Auriga inkonsisten. Menurut saya enggak. Dia konsisten ngeselinnya. Ketika kadang dia baik ke Alfa dan kadang enggak, itu ya karena kayak kata saya, semuanya itu tentang dia. Jadi ya suka-suka dia. Kalau dia lagi mau baik, ya baik. Kalau enggak, ya enggak. Makanya jadi begitu.
((Hehe, maaf ya, saya menggebu-gebu banget, kesel banget nih sama Auriga soalnya wkwk)).
Dan menurut saya Auriga ini orangnya creepy banget. Saya biasanya masih bisa terima karakter fiksi yang creepy karena creepy-nya masih dalam batas wajar. Nah, ini menurut saya udah parah (+ karena saya emang udah kesel karena hal-hal lain jadi tambah-tambah deh), wwkwk. Ini ada beberapa contoh kejadian Auriga yang creepy:
1.
"Kasih aku satu alasan kalau Kakak pasti balik."
"Ya karena lo masih di sini. Lo di sini. Cukup pejamkan mata dan gue akan ada di hadapan lo saat mata lo terbuka."
Okee, sebenernya ini enggak terlalu creepy, cuma aneh aja enggak, sih? Hahaha. Apa maksudnya coba cukup pejamkan mata dan gue akan ada di hadapan lo saat mata lo terbuka? Saya enggak lihat dari sisi mana kalimat itu menenangkan karena jelas-jelas itu enggak mungkin terjadi.
Yang ada malah serem HAHAH.
2.
Jendela kamar Auriga yang kalau dibuka ngelihatin taman dengan bunga warna-warni merah (kayaknya warna kesukaannya Alfa, gatau juga). Yang jelas Alfa seneng terus dia di narasi ngomong:
Auriga super romantis. Asli.
Enggak tahu ya, menurut saya ini creepy. Enggak cocok sama citra Auriga selama ini. Tapi haha, what do I know.
3.
Kata-kata Auriga pas nyeritain pengalamannya ketemu Alfa:
"Aroma minyak telon yang menguar dari tubuh lo lebih dari cukup membuat gue jatuh cinta sama lo detik itu juga."
enggak usah dijelasin lah ya, creepy-nya di bagian mana wkwk |
4.
Pas ke suatu bagian di rumah pohon ada satu ruangan isinya penuh foto-foto Alfa yang diambil Auriga.
Ini Alfa juga ngomong, Auriga kayak stalker, tapi tetep aja seneng.
HAHA. Sudahlah.
Perpaduan Alfa-Auriga juga menurut saya bisa jadi enggak sehat kalau diteruskan. Alfanya sadar dia direndahkan harga dirinya, bahkan di halaman 356 dia ngomong:
"Nasib terbaik adalah melepaskan. Manusia bodoh macam apa yang mau menyerahkan diri untuk disakiti terus menerus? Aku bukan penderita Stockholm Syndrome. Aku masih bisa hidup mengandalkan logikaku. Siapa yang bisa menjamin aku tidak akan disakiti lagi oleh orang yang bahkan inkosisten dengan perkataannya sendiri?"
Tapi entah kenapa, di halaman 379 dia ngomong lagi:
"Aku berusaha keras, Om. Tidak apa aku yang sakit karena tingkahnya, asal bukan dia yang sakit karena tingkahku. Tidak apa dia yang bohong padaku, asal bukan aku yang bohong padanya. Tidak apa dia tidak menepati janji, asal bukan aku yang tidak menepati janji."
Aneh? Ya, udah. Intinyaa, dia sadar kalau Auriga emang enggak sehat buat dia, bla bla bla, dan ini enggak cuma di akhir, dari awal pun sebetulnya Alfa juga udah tahu, tapi kenapa Alfa tetep mau sama Auriga?
Saya juga enggak tahu. Mungkin itulah yang dinamakan
Tapi sebetulnya sih, sejak entah halaman berapa, saya benar-benar udah enggak peduli lagi sama karakter-karakternya. Saya enggak peduli Auriga hilang kemana, Alfa mau ngapain juga, kayak... karakter-karakter ini enggak bisa bikin saya peduli sama mereka. Saya justru lebih peduli sama Kak Ziko.
Kalau kalian udah baca bukunya, kalian pasti tahu sama Kak Ziko. Kakak kelasnya Alfa yang... aduh, saya enggak tahu cara ngomongnya gimana tanpa spoiler besar. Yang jelas, Kak Ziko deserves mooreee than thaat!
Bahkan di cerita masa lalu si Ziko aja dia cerita gimana karakternya bisa berubah karena Auriga sedangkan Auriga sendiri.. enggak ada perubahannya (kayak yang udah saya bilang sebelumnya).
Saya juga suka Miras sama Denta--teman-temannya Alfa--karena mereka waras dan normal. Ya, kayaknya sih saya suka sama semua karakter di buku ini kecuali Alfa dan Auriga. Sayangnya Alfa dan Auriga itu tokoh utamanya banget jadi yaaa, saya harus tahan-tahanin sama mereka wkwk :').
Terus, masalah lain yang agak saya sayangkan dari buku ini adalah, terlalu banyak telling.
Kayak yang saya bilang sebelumnya, saya sama sekali enggak kebayang fisik Alfa kayak gimana, karena entah saya yang enggak inget atau gimana, tapi saya enggak pernah menemukan klu fisik Alfa (kecuali rambutnya), jadi ya saya terima-terima aja kalau semua orang bilang Alfa cantik.
Dan pas Alfa dipaksa ikut praktikum di halaman 57, itu sebelumnya dia nolak mati-matian. Tapi terus Auriga beralasan Alfa harus ikut karena Auriga kehabisan minyak telon (??) dan terus adegannya dipotong. Adegan berikutnya, Alfa udah ikut praktikum dengan narasi:
"Pada akhirnya, aku jatuh di lubang yang sama berkali-kali. Sepertinya berdebat dengan Auriga hanya membuang sekian joule dengan percuma."
Kayak.. gimana ceritanya Alfa sampai mau? Motivasi dia ikut itu apa? Emang Auriga siapa sih saat itu? Kenal juga baru aja. Terus kalau Alfa nolak juga bakal diapain, sih? Di-DO? Enggak ada penjelasan atau alasan utama Alfa akhirnya ikut selain dia capek debat sama Auriga.
Terus kayak masalah Tante Alena yang sembuh (Tante Alena itu ibunya Auriga, iya maaf ini agak spoiler). Itu ujug-ujug udah sembuh aja, dan enggak dijelasin juga sembuhnya gimana. Padahal sebelumnya sakit Tante Alena parah, sampai enggak inget anak-anaknya sendiri, dll. Terus tiba-tiba aja udah sehat sentosa.
Dan kayak kedekatan Kakek sama Alfa itu kayak gimana? Soalnya katanya, kakeknya Auriga yang diktator itu bisa berubah dan enggak pengin merusak kebahagiaan Alfa--lah, tapi interaksi mereka aja nyaris nihil dan kalaupun ada enggak menggambarkan apa-apa.
Tapi..
iya aja deh wkwk |
Terus hal yang saya sayangkan lagi adalah, penyelesaian konflik-konfliknya terlalu gampang. Konfliknya emang besar dan kerasa banget feel-nya (ini poin plus), tapi penyelesaiannya kayak... ya udah. Gitu aja.
Kayak yang saya bilang sebelumnya, saya enggak ngerti kenapa Alfa tiba-tiba mau balik lagi sama Auriga padahal sebelumnya dia udah kayak fix banget se-fix-fix-nya enggak mau balik lagi sama Auriga. Masalahnya tiba-tiba selesai karena Alfa maafin Auriga, tapi motivasi Alfa maafin itu apa? Saya enggak ngerti lagi.
Kayaknya seluruh cerita Alfa di buku ini bisa dirangkum di satu kalimat di halaman 57 dari 395 halaman buku ini ya: pada akhirnya aku jatuh di lubang yang sama berkali-kali dengan entah apa motivasinya.
Dan konfliknya ada terlalu banyak jadi kurang fokus. Menurut saya mungkin lebih baik konfliknya dikurangi tapi penyelesaiannya diperdalam. Teman saya yang juga baca buku ini bilang kalau dia nge-skip bagian tengah dan langsung baca bagian Auriga ke Italia dan merasa tetap ngerti.
Mungkin itu aja kekurangan buku ini yang paling mengganjal buat saya. Mungkin ada hal-hal kecil yang mengganjal tapi enggak banyak. Saya tulis beberapa deh:
1. Orang yang nge-stalk Alfa.
Jadi ada orang yang setiap hari Jumat dengan creepy-nya naruh bunga lili dan ucapan yang so-called romantis di depan pintu kamar kosnya Alfa. Alfa sendiri udah ngakuin kalau tindakan ini walaupun romantis tapi nyeremin (menurut saya sih ini nyeremin. period. HAHA), tapi dia enggak ngelakuin apa-apa soal itu. Dia ngomong di halaman 22 kayak gini:
"Aku memandangi bunga lili yang selalu dikirimkan pada hari Jumat dengan kata-kata yang terlampau manis itu. Kenapa harus hari Jumat? Jadi berasa setan yang doyan kembang dan identik sama hari Jumat. Semoga saja ini bukan salah satu pertanda kiamat yang bakal jatuh di hari Jumat juga. Semoga saja orang iseng ini segera muncul, karena jujur saja aku paling tidak bisa menahan rasa penasaran."
Maksud saya, kalau dia ngaku enggak bisa nahan rasa penasaran, kenapa enggak dia nangkring atau mengintai pintu kamarnya hari Jumat? Dan ada kok, adegan yang malah si bunga lili itu dateng pas Alfa lagi santai-santai di kamar. Jadi agak aneh aja kalau identitas si pengirim bunga baru ketahuan di bagian agak belakang.
Atau emang, penghuni lain enggak ada yang pernah ngelihat orangnya? Maksudnya ini setiap minggu lho, pasti ada lah orang yang ngelihat. Kenapa Alfa enggak nanya?
Tapi ya udah, enggak apa-apa.
2. Auriga yang selalu muncul tiba-tiba & "bisa baca pikiran" Alfa
Ini di bagian awal buku bener-bener bikin saya... apa ya, pengin ngakak? Soalnya Auriga itu sering banget tiba-tiba muncul di sekitar Alfa dan langsung ngajak ngomong gitu, terus Alfanya enggak pernah nyadar. Kayak, kocak aja. Iya sih, Alfa emang sering lost in thought, tapi masa dia sama sekali enggak nyadar ada orang yang ngedeket atau apa gitu?
Dan Auriga juga beberapa kali bisa kayak nebak apa yang dipikirin Alfa dengan akurat, tapi enggak terlalu dijelasin kenapa bisa gini selain mungkin Alfa emang transparan banget.
"Jujur, aku antara kaget dan mencoba untuk mulai terbiasa melihat dia yang tiba-tiba datang tak diundang dan berbicara seperti mind reader."
3. "Jangan jatuh cinta sama gue"
Ini awalnya sering banget diucapin sama Auriga ke Alfa. Padahal Alfanya sama sekali enggak tertarik. Dan yaa, mungkin setelah baca lebih lanjut bakal ngerti kalau Auriga ngomong kayak gitu gara-gara hidupnya kelam atau apalah.
Tapi terus dijelasin lagi (dan emang kelihatan duh) kalau dari awal Auriga itu PKDT sama Alfa. Tapi dia terus-terusan ngomong dengan annoying-nya: "Jangan jatuh cinta sama gue."
"Lo jangan pura-pura nggak tertarik sama gue. Lo pikir gue bakal kemakan sama tingkah polos lo itu yang sok nggak peduli di saat temen-temen cewek lo pada berebut perhatian gue? Kepolosan lo itu mungkin akan jadi hal menarik, asal itu bukan akting buat ngedapetin perhatian cowok-cowok di sekitar lo."
Auriga lo tau enggak sih, ngomong kayak gitu cuma bikin orang ilfeel? HAHA :( |
Terus ada percakapan kayak gini (setelah Auriga berkali-kali bilang jangan jatuh cinta ke dia):
"Apa gue se-invisible itu di mata lo?"
"Kakak adalah senior yang aku hormati, selamanya akan terus begitu."
"Matahari memerlukan proses yang panjang untuk menjadi bintang. Datangnya gelombang kejut dari ledakan bintang di sekitarnya membentuk awan sefris yang rapat, menyebabkan keruntuhan dari materi ke inti. Gravitasi meningkat dan akhirnya energi terbentuk untuk pembakaran hidrogen menjadi helium. Maka dimulailah energi nuklir yang melepaskan energi sangat besar. Baru matahari akan terbentuk dengan masa 99,8% dari massa awan," jelas Auriga panjang lebar.
"Intinya?"
"Bermain paradoks ke lo nggak menunjukkan hasil menarik. Gue nunggu lo jatuh cinta ke gue."
Dan harap diingat, habis Alfa beneran jatuh cinta sama Auriga, Auriga ngejauh dan malah ngebentak-bentak Alfa, dll dengan alasan:
"Heh! Gue kasih tahu sama lo ya," jedanya menimbulkan efek mencekam, "kalau pun gue ada rasa sama lo bukan berarti lo berhak ikut campur hidup gue. Ngerti?"
Ya udah lah ya,
Oke, dan ini kutipan-kutipan yang saya suka dari buku ini:
"Kalau gue jadi lo gue bacain Ayat Kursi terus gue sembur air tuh mukanya," kata Miras masih berapi-api.
Ini kata-kata Miras pas Alfa cerita tentang Auriga dan saya suka banget karena akhirnya ada karakter yang relatable. Wkwk.
--
"Kamu boleh lelah, tapi jangan sampai kamu menyerah."
--
"Bumi terdiri dari delapan puluh persen nitrogen. Bahkan kita tidak menghirup nitrogen. Seperti halnya yang dipelajari dari masa lalu, selalu ada kata maaf untuk berdiri di hari ini. Padahal kita tidak hidup dari maaf. Terlalu banyak renjana dalam hidup ini yang kadang hanya perlu menjadi perhatian sepintas atau pelajaran yang berharga."
Terakhir, saya kasih 2.5 bintang buat buku ini. Sebenarnya, kayak kata saya, saya bakal kasih lebih dari tiga bintang kalau buku ini berakhir di halaman 363, karena sebenarnya, latar, suasana, penulisan, dan risetnya bagus bangeet--saya cuma enggak suka sama karakternya--jadi kalau buku ini berakhir di 363, saya seenggaknya bisa merasakan simpati buat Alfa-Auriga dan saya senang karena seenggaknya ada development di Alfa, tapi yaa, sayangnya ceritanya berlanjut terus dan saya enggak terlalu suka ending-nya.
Tapi kayak yang saya bilang, review mungkin subjektif, jadi silakan baca sendiri kalau ingin tahu lebih lengkap tentang buku ini! :)
Dan p.s selamat Kak Nau buat debutnyaa! :) Ditunggu buku-buku selanjutnya! Semoga lebih bagus lagi! :D.
2.5 bintang buat percakapan pintar dan penyelamat hidup di Quora!
Hello An, lama nggak liat reviewmu, huhu..
ReplyDeleteAkutu dari sejak di Wattpad sampe sekarang udah cetak belum sempet baca ini tauk, tapi pas baca reviewmu kok ikutan kesel ya, hahaha. Padahal ini buku masuk salah satu WL ku :')
Hehehe, sebenernya beberapa pendapat di sini subjektif sih kakk, jadi kalau mau baca, baca ajaa, siapa tau ada pendapat lain :D
DeleteYa namanya review sih menurutku di mana2 subjektif An, termasuk aku kalo ngereview. Tapi dari beberapa reviewmu yg bukunya aku udah baca hampir sependapat sih akunya, hahhaha
Deleteokesip ntar aku baca aja kalo udah dapet bukunya XD
Aku setuju sama reviewnya
ReplyDeleteSayang banget sumpah pemeran utamanya karakternya gak kuat. Apalagi karakter alfanya. Yang pas awal" memperjuangkan apa yang dianggapnya bener malah akhirnya pasrah" aja.
Yang paling mengecewakan itu ending ceritanya.
Inteeresting read
ReplyDelete