Judul: Hectic, Hectic, Hat Trick!
Penulis: Sashi Kirana
Editor: M. L. Anindya Larasati
Penerbit: Elex Media Komputindo
Blurb:
Safiya adalah seorang pelajar di salah satu SMA unggulan di Jakarta yang sedang dibuat bingung. Blog pribadinya dibekukan oleh pihak sekolah. Tulisannya di blog mengenai sekolah dianggap terlalu kontroversial. Safiya pun terancam dikeluarkan dari sekolah jika tetap nekat melakukannya, karena dianggap merusak nama baik sekolah. Gadis itu pun hanya belajar dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tanpa menulis, yang membuatnya merasa hampa. Tanpa disangka, seorang kakak kelas datang menawarkan bantuan untuk berunding dengan kepala sekolah.
Tidak hanya itu, seorang teman sekolah bernama Varo terus-menerus mencoba mengajaknya bicara. Teman-temannya bilang Varo menyukainya, tetapi menurut Safiya hal itu menganggu. Ia meminta bantuan Gavin, temannya sedari kecil.
Apakah Safiya berhasil memperjuangkan blognya dengan bantuan Irgi? Dan apakah Gavin berhasil membantunya mengatasi Varo... atau malah membuat semuanya lebih runyam?
Hectic, Hectic, Hat Trick! bercerita tentang Safiya, seorang cewek kelas 11 di SMA Bima Cendekia yang terancam dikeluarkan dari sekolahnya karena menulis hal-hal kontroversial di blog-nya.
Ternyata, ada yang ngaduin Safiya ke Pak Husein, kepala sekolahnya. Pak Husein merasa kalau reputasi sekolah bisa hancur gara-gara Safiya nulis yang nggak-nggak di blog-nya. Jadilah Safiya dilarang menulis di blog-nya kalau nggak mau dikeluarin dari sekolah.
Nah, lagi pusing-pusing mikirin masalah blog-nya, malah datanglah Varo--teman Safiya dari SMP yang dari dulu pantang menyerah banget buat bisa deket sama Safiya. Sayangnya, saat Varo deketin Safiya waktu cewek itu lagi pusing berat gara-gara blog-nya kena masalah, jadi balasan Safiya ke Varo lumayan jutek. Safiya bahkan merasa sangat-sangat terganggu sampai akhirnya minta bantuan teman masa kecilnya, Gavin.
Nah, Gavin ini seperti yang udah bisa ditebak (saya harap sih pada bisa nebak, wkwk, kalau nggak ya udah spoiler dikit) juga naksir sama Safiya. Jadi dia seneng banget dong pas tahu Safiya mulai percakapan duluan sama dia, dan emang nyari kesempatan, si Gavin nyaranin ke Safiya buat pura-pura deket sama cowok lain biar Varo menjauh, dan tentu saja, Gavin menawarkan dirinya sendiri :)).
Kemudian, tiba-tiba juga datang kakak kelas Safiya bernama Irgi yang sebenarnya nggak terlalu dekat tapi entah dapat ilham dari mana mau bantuin Safiya ngurus blog-nya. Awalnya Safiya senang-senang aja ada yang bantuin, tapi kok lama-lama dia jadi curiga. Hmm.. ada apa yaa?
Okee, mungkin segini aja yang bisa saya ringkas dari buku ini tanpa spoiler, sekarang mari bahas bukunya! :D (mungkin nanti akan saya singgung-singgung sedikit tentang tambahan jalan ceritanya sambil sekaligus bahas yang mau saya bahas, hehe).
Pertama-tama, halo! Blog ini udah berdebu banget nggak, sih? :"). Saya bahkan baru nyadar di tahun 2019 ini saya belum pernah post apa-apa... terakhir post udah hampir satu tahun yang lalu. Maafkan saya yaa. Saya emang nggak terlalu baca banyak buku akhir-akhir ini dan sekalinya baca juga malas bikin review panjang-panjang jadi cuma ngasih bintang aja di Goodreads (+ saya juga nggak yakin bisa nyelesaiin reading challenge di Goodreads :")). Yaudahlah, ya.
Oke, sekian basa-basinya. Mari mulai bahas bukunya! Wkwk.
Hectic, Hectic, Hat Trick! adalah buku ketiga karya Sashi Kirana yang saya baca setelah The Gamers (baca review-nya di sini) dan Operation: Head, Hurt, Heart (baca review-nya di sini).
((ya ampun saya baru nyadar saya lumayan rajin juga review buku-bukunya Sashi wkwk)).
Kebetulan, saya juga udah sempat baca naskah mentahnya di Wattpad waktu Sashi nulis pakai akun yang lain, dan menurut saya naskah versi cetaknya ini jauhh lebih baik daripada yang dulu saya baca di Wattpad, walaupun memang masih ada beberapa hal yang ingin saya komentari.
Oke, langsung aja, ya, pertama saya mau bahas alurnya dulu.
Alurnya menurut saya terlalu lambat dan kayak nggak ada 'dorongan' buat balik halaman gitu, lho. Salah satu motivasi saya buat terus balik halaman adalah karena bukunya lumayan tipis dan saya masih berusaha ngejar reading challenge di Goodreads, hehe.
Sebenarnya nggak apa-apa sih, alurnya kayak begitu, tetapi kehidupan tiga karakter utama di sini (Safiya, Varo, dan Gavin) tuh berputar di situ-situuuu aja. Safiya tentang blog-nya, Varo dan Gavin tentang Safiya. Udah.
Menurut saya ini agak sayang sebenarnya, padahal premis ceritanya cukup bagus, tapi eksekusinya agak kurang. Jadi agak datar gitu. Masalah siapa yang ngaduin Safiya juga nggak terlalu dibahas (karena emang nggak penting sih, karena udah kejadian), jadi pas akhirnya ketahuan tuh, ya... udah.
Sekarang saya mau bahas sedikit tentang blog Safiya. Salah satu hal yang menurut saya kurang dari versi awal cerita ini di Wattpad adalah karena pembaca sama sekali nggak dikasih tahu bentukan blog Safiya tuh kayak gimana, jadi seingat saya nggak ada contoh tulisan Safiya gitu, jadi cuma di-tell aja, sedangkan di buku ini ditunjukin beberapa post Safiya yang terbilang kontroversial, nah saya mau bahas sedikit soal post-post itu.
Post pertama berjudul "Surat dari Seekor Tupai" yang intinya Safiya mengkritik sekolahnya (terutama guru-gurunya) yang menuntut semua murid seperti Elang Tangguh yang bisa melakukan & jago di segala bidang. Dia merasa itu nggak adil karena nggak semua orang bisa jadi elang, dsb.
Tidak perlu waktu lebih dari setahun, saya sudah menyadari sistem yang berlaku di sekolah ini. Semua siswa dipaksa untuk menguasai semua pelajaran, semua materi dan apa yang kita dapat bila tak kunjung mengerti? Hidup ini adalah perlombaan. Jika kau tidak cepat, seseorang akan meninggalkanmu dan melaju kencang meninggalkanmu.
Bukannya saya nggak setuju dengan post itu, tapi gimana ya.. harusnya Pak Husein gak harus ke-trigger gara-gara itu, atau Safiya juga bisa nulis tentang sistem pendidikan in general karena bukan cuma di SMA Bina Cendekia aja itu terjadi... hampir di semua sekolah. Jadi menurut saya, untuk post yang dibilang "paling kontroversial" ini nggak sekontroversial itu, sih. Dan masalah hidup adalah perlombaan, saya rasa itu akan terus berlanjut dan mungkin lebih parah ketika udah lulus SMA. Di dunia perkuliahan atau kerja, "perlombaan" yang terjadi bisa bukan cuma untuk mempertaruhkan nilai, tapi banyak hal lain (misal, uang), jadi cara-cara mainnya juga bisa lebih kotor, dan menurut saya itu memang life in general (?).
Terus ada juga kutipan dari post itu yang bunyinya seperti ini:
Sebagai seekor tupai yang hanya mampu mencapai nilai bagus di satu-dua mata pelajaran (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris--dua-duanya sering dianggap remeh pula), saya merasa sistem seperti ini tidak baik untuk tetap dilanjutkan. Jika semua murid di sekolah menjadi elang, siapa yang perlu dimatikan? Siapa yang akan kalah? Siapa yang harus ditandingi?
Menurut saya, apa ya... kayak kalau dia nggak mau sistemnya kayak gitu, terus dia maunya kayak gimana? Toh juga kan sekolah cuma ngikutin kurikulum dari pemerintah. Oke, mungkin emang sekolahnya Safiya kelewat ambisius dan mendorong setiap muridnya untuk jadi yang terbaik, tapi balik lagi ke yang saya udah bilang, hal itu lumrah banget. Guru mana yang nggak mau muridnya sukses? Walaupun yah, cara-cara mereka mungkin kurang tepat dan kurang memotivasi, tapi masalah ini ya seperti yang saya bilang tadi, masalah pendidikan in general, bukan cuma di SMA Bina Cendekia doang.
Dan opini Safiya tentang siapa yang akan dimatikan? Siapa yang akan kalah? Siapa yang harus ditandingi? itu jujur bikin saya bingung. Jadi secara nggak langsung dia bilang anak-anak yang nggak jago di semua bidang "kalah"? Berarti kan secara nggak langsung dia bilang elang selalu "menang"?
Maksud saya gini... kalau Safiya aja mengibaratkan dirinya sebagai tupai, sebagai analogi dia bisa bilang tupai jagonya di sini dan sini, tapi kan bukan berarti "kalah". Oke, mungkin Safiya berusaha melihat masalah ini dari perspektif sekolah, tapi kan kalimat terakhir itu bunyinya seperti pendapat dia sendiri.
Post kedua yang ingin saya komentari adalah yang berjudul "Ayo Tes Kepintaranmu!" yang intinya Safiya mengkritik tes pemetaan di sekolahnya yang eksekusinya buruk. Anak-anak tetap ambisus nilai dan jadinya menghalalkan segala cara buat dapat nilai bagus. Dia minta SMA Bina Cendekia buat ngebenerin sistem di sekolahnya tapi tanpa solusi juga. Mungkin dia nggak setuju sama sekolahnya yang terus-terusan menuntut muridnya buat dapat nilai bagus dengan soal-soal jahanam yang sulitnya minta ampun, tapi dia juga nggak ngasih solusi konkrit apa-apa.
Yah, walaupun balik lagi, bukannya saya nggak setuju, tapi saya juga agak bingung sama post Safiya yang kontroversial. Paling yang saya anggap kontroversial adalah yang masalah jual-beli soal lewat staf sekolah, dan kalau dia memang nggak setuju, menurut saya harusnya dia langsung ngomong aja ke internal sekolah dulu daripada masalahnya kebawa-kebawa ke luar.
Bukannya saya nggak mendukung kebebasan pers atau apa, tapi di zaman digital yang semua pergerakan kita bisa dicatat, direkam, dan diminta pertanggung jawabannya, berhati-hati itu perlu banget. Ini masih mending dia cuma kena masalah sama sekolahnya. Kalau dia udah mulai kritik-kritik pemerintah (apalagi orang-orang tertentu di pemerintah), kan bisa aja dia kena UU-UU karet. Maksud saya, bukannya nggak boleh, tapi kan nggak ada salahnya menyaring ucapan dan kalau emang tujuannya buat SMA-nya, ya coba diomongin dulu di dalam sekolahnya, kalau nggak ada tanggapan, baru deh coba suarakan ke luar.
Terus yang terakhir saya pengin komentari adalah kritiknya tentang kaderisasi yang kurang penting karena isinya teriak-teriak doang. Yah, sekali lagi, itu nggak terjadi di SMA kamu aja Safiyaaaa :(. Dan yang bikin saya lebih nggak ngerti, anak-anak OSIS sampai segitunya nanggepinnya... (eh spoiler wkkw).
Tapi ya udah, nggak apa-apa. Sekarang kita lanjut ke yang lebih soal ceritanya, deh. Sekarang saya mau bahas karakter-karakternya, tapi langsung secara umum aja karena saya males ngetik biar sekalian aja.
Menurut saya karakter-karakter utama di sini terlalu apa ya... simpel? Kayak yang saya bilang di atas, orientasi karakter Safiya di sini adalah blog-nya, dan orientasi karakter Varo dan Gavin sebagian besar Safiya. Makanya ini juga yang bikin alurnya terasa lambat, karena cerita ini lumayan character-driven (terutama masalah Gavin-Varo-Safiya) tapi karakternya sendiri gitu-gitu aja.
Dan saya cukup kecewa sama karakter-karakter sampingannya karena keberadaan mereka cukup useless. Teman-teman Safiya tujuannya cuma buat nemenin Safiya kalau nggak ngompor-ngomporin Safiya tentang Varo atau Gavin. Kalau lagi ngumpul, ujung-ujungnya mereka bahas Safiya lagi, Safiya lagi. Ya emang sih buku ini tentang Safiya, tapi saya jadi kurang merasakan karakter teman-temannya Safiya.
Teman-temannya Gavin juga sama aja. Kalau lagi ngumpul ujung-ujungnya ngomongin masalah Safiya. Di rumah Gavin, kakak dan adiknya terus-terusan nanya soal Safiya.
Varo pun sama aja.
Varo & Gavin di sepanjang buku ini WKWK. |
Jadi ya itu yang saya bilang, ceritanya cuma muter-muter di situ aja. Argumen yang mereka ulang-ulang di kepala mereka tuh ya itu-itu aja, sampai-sampai saya hafal, wkwk.
Dan hal lain yang saya pengin komentari soal Safiya lagi adalah, kenapa dia sangat amat tidak peka dengan intensi Varo dan Gavin ngedeketin dia sedangkan ketika Irgi mau bantuin dia masalah blog-nya dia malah curiga apa intensi Irgi sebenarnya?
Rasanya sulit sekali untuk percaya dengan omongan cowok di depannya ini. Mungkin terdengar sangat pesimistis, tapi Safiya yakin setiap orang mempunyai motif di balik perlakuannya. Tidak ada orang yang benar-benar tulus.
Tapi giliran teman-teman Safiya komentar soal maksud Varo dan Gavin deketin dia, Safiya malah bilang kalau mereka tulus (?). Ini salah satu contohnya
"Varo punya maksud terselubung dan itu jelas banget dari awal, Saf," tandas Tanya. "Bahkan gue bisa tahu itu walaupun gue nggak pernah ngomong sama dia sama sekali."
"Nggak. Semua orang yang temenan sama gue emang nggak punya maksud tersembunyi," elak Safiya. "Termasuk Varo."
Wkwk. Ya udah, nggak apa-apa. Mungkin Safiya emang cuek dan naif dalam hal cowok.
Salah satu karakter yang lumayan saya suka di sini adalah Irgi. Saya suka pembawaannya, dia tahu apa yang dia mau, langkahnya konkrit dan ada hasilnya.
Yay for Irgi!
Dan yaa intinya secara keseluruhan sebenarnya saya cukup menikmati novel ini. Temanya bagus, premisnya menjanjikan, cara penyajiannya pun enak (dan cover-nya bagus bangeet), hanya saja saya rasa konfliknya kurang dibikin greget dan kebanyakan muter-muter di perasaan Varo dan Gavin sampai saya hafal argumen mereka wkwk. Walaupun saya suka konklusi akhir dari permasalahan Varo-Gavin-Safiya.
Kayak biasa, saya mau naruh beberapa kutipan dari buku ini di sini, tapi saya bingung mau naruh kutipan apa tanpa spoiler, jadi mungkin nanti saya tambahin aja kalau nemu, hehe.
Terakhir saya kasih 3 dari 5 bintang buat perjuangan Varo dan Gavin yang berakhir dengan Safiya yang... WKWK :) Silakan baca sendiri! :D.
p.s maaf saya banyak banget pakai meme Friends, awal tahun ini saya lumayan terobsesi sama beberapa sitcoms, salah satunya Friends, dan meme-meme-nya lumayan lucu, wkwk. Tunggu post saya berikutnya mungkin saya bakal pakai semua meme Brooklyn Nine-Nine hahaha.
0 komentar:
Post a Comment