p.s buku-buku ini akan saya bahas berurutan dari waktu saya bacanya aja karena saya pusing kalau harus bikin urutan dari rating-nya atau apa.
Buku-buku yang akan dibahas di sini:
1. Radio Silence - Alice Oseman
2. Progresnya Berapa Persen? - Soraya Nasution
3. Resign - Almira Bastari
4. Runaway Ran - Mia Arsjad
5. The Hating Game - Sally Throne
6. Two Can Keep A Secret - Karen M. McManus
7. Beta Testing - Mooseboo
8. No Exit - Taylor Adams
9. His Wedding Organizer - Retni SB
10. Everything I Never Told You - Celeste Ng
11. Start Again - Seplia
12. Aristotle and Dante Discover the Secrets of The Universe - Benjamin Alire Sáenz
13. Dimsum Terakhir - Clara Ng
14. Love, Hate & Hocus-Pocus - Karla M. Nashar
15. The Trials of Morrigan Crow (Nevermoor #1) - Jessica Townsend
16, Catatan Harian Menantu Sinting - Rosi L. Simamora
17. Love, Curse & Hocus-Pocus - Karla M. Nashar
18. Finn - Honey Dee
19. Wundersmith: The Calling of Morrigan Crow (Nevermoor #2) - Jessica Townsend
20. A Little Life - Hanya Yanagihara
p. p. s saya akan sebisa mungkin naruh content warnings jika perlu, tapi kalau ada yang terlewat maaf ya hehe.
Okee, langsung ajaa!
1. Radio Silence - Alice Oseman
Rating: 5/5 (FAV)
Media baca: buku fisik
Untuk buku ini, kebetulan saya sudah bikin review khususnya, jadi buat yang mau baca review lebih detailnya bisa klik di sini.
Oke, jadi singkatnya, buku ini bercerita tentang Frances, si cewek ambisius yang cita-citanya selama ini cuma satu: belajar English Lit di Cambridge--jurusan prestisius di universitas prestisius, tapi karena dia selama ini gak pernah gagal dalam bidang akademik, dia pede aja bakal masuk situ. Dia menyebut dirinya sendiri "School Frances".
Namun, di sisi lain, ada juga "Real Frances"--versi Frances di rumah. Dia itu suka banget dengerin podcast yang namanya Universe City, bahkan bikin fan art-nya segala dan dia kayak udah terkenal gitu di kalangan fandom Universe City.
Universe City sendiri semacam podcast fantasi/sci-fi yang menyiratkan kekurangan-kekurangan sistem pendidikan in general dan betapa pola hidup semua orang itu terpatok sama itu.
“It must be useful to be smart," she said and then laughed weakly. She glanced down and suddenly looked very sad. "I'm like, constantly scared I'm going to be a homeless or something. I wish our whole lives didn't have to depend on our grades.”
Cerita ini kemudian terpusat pada hubungan Frances dan Aled Last--cowok dari sekolah lain yang dia kenal karena mereka punya mutual friend gitu, lah. Nah ternyata, Aled Last ini yang bikin Universe City! Makanya mereka kemudian dekat, tapi bukan secara romantis. Buku ini sama sekali nggak ada cerita romance-nya (well, ya ada, sih, tapi bukan plot utamanya dan bukan Frances juga yang ngalamin, tapi kayak side characters-nya gitu).
“I couldn’t quite believe how much I seriously loved Aled Last, even if it wasn’t in the ideal way that would make it socially acceptable for us to live together until we die.”
Kayak yang saya bilang di review saya, buku ini vibes-nya mirip Fangirl-nya Rainbow Rowell (baca review Fangirl di sini), walaupun nggak mirip-mirip banget, sih. Radio Silence ini lebih luas pembahasannya, dan sebenernya Fangirl tuh lebih mirip sama Eliza & Her Monsters (yang saya baca bulan Maret, selesai April. Mungkin nanti saya review).
Intinya, bisa dilihat dari rating yang saya kasih, saya suka buku ini! Kayak, suka. banget. Dan katanya audiobook-nya bagus, karena rekaman podcast Universe City-nya kayak beneran ada gitu, dan karena saya belum denger audibook-nya, jadi kemungkinan saya akan reread novel ini suatu saat nanti sambil mendengarkan audibook-nya :D.
Poin-poin yang saya suka dari buku ini adalah: temanya, karakternya, plotnya (lumayan character-driven menurut saya, dan karena perkembangan karakternya menarik jadi saya suka!), terus keberagamannya (?). Kayak yang saya bilang di review (kalau nggak salah bilang, sih), buku ini diverse banget. Mulai dari ras tokoh-tokoh utamanya (seinget saya nggak ada yang pure white, dan nggak mendominasi, plus juga dibahas apa artinya jadi orang 'campuran' secara realistis), terus orientasi seksual mereka, dan lain-lain. Pembahasannya pun nggak dangkal. Character arc Frances memang sebagian besar berputar di masalah kehidupan akademiknya, tetapi juga ada tentang orientasi seksualnya, dan ini juga dibahas di subplot Aled Last, dan karakter-karakter lain yang saya mau sebut namanya karena bakal jadi spoiler. Jadi kalau kalian penasaran, silakan dibaca sendiri!
2. Progresnya Berapa Persen? - Soraya Nasution
Rating: 3.25/5
Media baca: buku fisik
Buku ini katanya mirip Resign-nya Almira Bastari, makanya saya tertarik baca. Cerita ini tentang April, cewek yang kerja di kantor konsultan bidang kontruksi yang bebannya cukup banyak apalagi ditambah oleh pertanyaan si bos--Pak Dewangga--yang paling melegenda: "Progresnya sudah berapa persen?" setiap ada proyek.
Kayak Resign, di sini April juga punya semacam "geng" sama temen-temennya, yang kerjaannya ngegosipin bos. Yang paling saya suka tuh setiap mereka tebak-tebakan Dewangga bakal pakai kemeja warna apa setiap hari apa-gitu-maaf-lupa, kocak banget.
Terus yaa tentu aja ada romance antara April-Dewangga, wkwk. Saya sejujurnya udah lupa banget sama detail buku ini karena saya beli buku fisiknya dan kebetulan saya lagi nggak di rumah buat buka bukunya dan saya cari di Gramedia Digital nggak ada, jadi ini review-nya berdasarkan ingatan saya aja ya (dan maaf ingatan saya payah jadi ini bener-bener seadanya, wkwk).
Oke, jadi seingat saya, saya lebih suka romance di sini daripada di Resign (yang akan saya bahas setelah ini). Menurut saya, di sini Dewangga lebih menghargai April nggak kayak Tigran di Resign yang seenaknya aja.
Masalah humor, menurut saya buku ini cukup kocak, tapi nggak sekocak itu yang saya sampai inget sama humornya. Kayak masalah humor, saya lebih suka Resign. Walaupun yaah, karakter-karakter sampingan di sini juga dibikin kocak celetukannya tapi kurang memorable ((padahal gue aja yang gak bisa inget wkwk)).
3. Resign - Almira Bastari
Rating: 3.25/5
Media baca: buku fisik
Okee, jadi sebenarnya ini adalah reread. Sebelum baca buku ini saya baca Progresnya Berapa Persen dan pengin bandingin sama Resign karena vibes-nya mirip. Dan setelah saya baca, saya malah turunin bintangnya :D (sebelumnya saya kasih 3.75 atau 4 gitu, yang jelas kalau 0.75 saya pasti buletin ke atas di Goodreads--pokoknya di Goodreads awalnya saya kasih 4 terus saya turunin jadi 3).
Buku ini cukup booming waktu awal keluar, dan saya rasa hampir semua orang kayaknya udah tahu ini buku apaan, tapi buat yang belum tahu, oke saya jelasin sedikit.
Buku ini dinarasikan lewat sudut pandang Alranita--cewek kantoran yang kerja di kantor analis (kalau nggak salah, saya males ngecek) yang premis awalnya adalah: benci bos! Dia dan teman-teman di kantornya (Carlo, Mbak Karen, Mas Andre) bikin taruhan, yang terakhir resign dari kantor itu traktir atau yang pertama resign bisa minta traktiran (??) gatau, lupa HAHAHA (maaf ya review saya nggak mutu, udah lupa beneran). Intinya mereka taruhan.
Nah, emang apa susahnya resign?
Gini, jadi bos mereka tuh--Tigran namanya--instingnya kuat banget! Kalau ada bau-bau mau interview di tempat lain, pasti Tigran tau! Ntar ada aja caranya biar bawahannya gak bisa interview, mulai dari dinaikin gajinya, dikirim seminar, dibikin lembur, dll. Pokoknya ajaib caranya dan mustahil untuk resign.
Saya nggak tahu ini spoiler atau nggak--kayaknya sih nggak yaa soalnya udah banyak yang ngomongin juga--tapi kemudian ada hubungan antara Tigran-Alranita. Nah, di sini inilah yang membuat saya menurunkan rating-nya ketika baca tahun ini.
Novel ini terkenal karena isinya lucu banget, terutama celetukannya cungpret (kacung kampret--sebutan Alranita dan teman-teman kantornya untuk diri mereka sendiri) terhadap Tigran. Terutama menurut saya yang kocak tuh Carlo sama Mbak Karen sih, wkwk. Jadinya waktu pertama kali baca tuh yang saya inget ngakak-ngakaknya doang, hubungan Alranita sama Tigran nggak terlalu saya pikirin dan peduliin karena klise banget.
Nah, pas baca kedua kalinya, saya udah nggak sengakak itu (karena udah tau humornya) dan bisa lebih terpapar sama hubungan Alranita-Tigran. Saya... nggak suka hubungan mereka. Nggak tahu ya, saya nggak terlalu suka romance office antara bos dan bawahan karena biasanya rentan banget jadi toxic kalau eksekusi ceritanya jelek (makanya di masalah hubungan saya lebih suka Progresnya Berapa Persen yang di atas tadi).
Saya nggak suka ketika Tigran di buku ini beberapa kali melanggar privasi Alranita sebatas karena dia bisa.
HIH.
Maksudnya, bukannya nggak boleh, tapi itu creepy af. Yang pas Alranita minta cuti terus tiba-tiba diikutin ke Malaysia fgs!! Orang minta cuti ya karena dia butuh di tempat lain selain kantor, kalau dia pengin lihat muka elu sebagai bos ya ngapain dia minta cutiii liburan :((( kebayang nggak sih pas liburan pengin rehat dari kerjaan malah ketemu bos yang pada keadaan ini, Alranita masih menganggap sosok bos itu menyebalkan dan ternyata di akhir ketauan kalau Tigran sengaja ngikutin Alranita ke sana kan nyebelin (agak spoiler tapi saya harus membuat opini saya beralasan, wkwk).
Yah, walaupun emang nggak terlalu berakhir toxic yang gimana banget gitu sih, cuma saya nggak suka aja sama Tigran. Sejak baca adegan dia ngikutin Alranita saya pokoknya terganggu sama keberadaan dia, wkwk.
Tapi terlepas dari itu, novel ini bener-bener kocak! Lebih lucu dari Progresnya Berapa Persen dan nggak tahu yaa, celetukan para cungpret tuh bener-bener ngena dan kocak banget! Saya suka interaksi Alranita sama temen-temen cungpretnya (apalagi Carlo!) tapi nggak sama Tigran.
Boleh coba dibaca kalau suka cerita-cerita romcom yang rada halu dan penyelesaian konflik ngebut tapi nggak bertele-tele.
4. The Hating Game - Sally Throne
Rating: 3.5/5
Media baca: buku fisik
Buku ini bercerita tentang Lucy sama Joshua yang awalnya tuh musuh bebuyutan banget. Mereka berdua kerja di perusahaan penerbitan yang berbeda (awalnya) terus karena krisis, dua perusahaan tempat mereka kerja merger. Nah, dengan posisi mereka berdua yang sama-sama asisten direktur (atau apa gitu, lupa saya WKWK), mereka meja kerjanya hadap-hadapan (kalau nggak salah sih, intinya deket gitu). Dan mereka tuh ribuuut mulu. Kayak ada aja yang mereka ributin. Terus ada-ada aja gitu ributnya, salah satu yang saya inget, mereka tuh ada The Staring Game di mana mereka tatap-tatapan terus yang meleng duluan kalah, dan yaa banyak game-game lainnya.
Dan yang sudah bisa ditebak, mereka kemudian jadi deket karena satu dan lain hal (kelihatannya sih saya kayak nggak mau ngasih spoiler padahal emang lupa kenapa hahaha). Trope hate-to-love sebenernya bukan trope favorit saya, walaupun saya nggak masalah juga bacanya, tapi yaa, jadi biasa aja buat saya, kayak nggak ada yang berkesan.
Seinget saya, bagian awal novel ini membosankan dan agak repetitif. Di bagian Lucy berkali-kali menekankan ke pembaca kalau dia benci Joshua tuh saya kayak "Iye, iye, gue ngerti lo benci Joshua."
Terus tapi yaa, emang lucu sih pas mereka udah deket.
TAPI.
Saya inget saya nggak suka pas mereka udah deket di akhir terus Joshua "ngaku" sesuatu (yang ini saya beneran inget) karena menurut saya itu creeppyyyy banget. Saya nggak tahu kenapa review orang-orang jarang bahas ini tapi ke-creepy-an itu bikin saya ilfeel sama Joshua dan cerita ini secara keseluruhan--makanya saya cuma kasih 3 stars aja terutama karena buku ini cukup enjoyable.
p.s novel ini kayaknya udah ada versi terjemahannya.
5. Runaway Ran - Mia Arsjad
Rating: 3.5/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Oke, jadi cerita ini dimulai dari ketika bapaknya Katrina ada masalah di kantor (ini lupa, gak boong, apa dipecat, disuruh pensiun, atau apa gitu) sehingga Katrina harus memutar otak supaya dia tetep bisa belanja online. Iya, jadi Katrina tuh emang ceritanya manja. Hidupnya sebenernya berkecukupan, tapi dia suka banget belanja online. Dan dia sekarang sedang sekolah untuk ngambil S2 tanpa kerja jadi dia nggak ada pemasukan sama sekali. Dibantu sama temennya, Katrina pun mulai mencari pekerjaan.
Nah, ketemulah dia sama tawaran pekerjaannya J.F. Ran, komikus Indonesia yang sedang naik daun. Gajinya lumayan, kerjaannya nggak berat. Singkat cerita, Katrina keterima jadi asistennya Ran dan mulai kerja di situ.
Walaupun kadang nyebelin, tapi saya suka sama kepolosannya Katrina, itu yang bikin novel ini (seinget saya) kocak. Ran juga kocak tapi rada aneh gitu, wkwk. Ceritanya lumayan klise, tapi cukup menghibur.
Konflik Ran yang jadi konflik utama di cerita ini sebenernya nggak terlalu simpel, tapi dibawakan dengan santai dan gaya bahasanya ringan jadi tetep bisa dicerna tanpa ribet. Tentu aja, ada plot romance Ran-Katrina, yang menurut saya porsinya pas dan cukup menyenangkan.
Satu hal lagi yang saya inget saya suka dari novel ini adalah, tema komiknya Ran yang cukup banyak dibahas--tentang superhero Indonesia gitu, menurut saya itu cukup menarik.
Saya kasih 3 stars karena walaupun menyenangkan dan menarik, buku ini overall yah, biasa aja. Tapi buat kalian yang mau nyari metropop lucu dengan alur cepat, bisa dicoba baca buku ini.
6. Two Can Keep A Secret - Karen M. McManus
Rating: 3.25/5
Media baca: buku fisik
Saya beli buku ini karena saya suka banget sama One of Us is Lying (baca review-nya di sini) yang merupakan buku debutnya Karen M. McManus dan jadi salah satu buku favorit saya tahun 2018. Buku ini bukan sekuel buku itu (sekuelnya One of Us is Lying judulnya One of Us is Next yang keluar tahun 2020 ini kayaknya), tapi buku ini dari premisnya mirip sama One of Us is Lying makanya saya mau baca.
Oke, jadi singkatnya buku ini bercerita tentang Ellery dan kembaran cowoknya (lupa namanya) yang terpaksa pindah ke Echo Ridge (kota kecil tempat ibunya dulu tinggal) karena ibunya harus masuk rehab. Di Echo Ridge, Ellery tinggal sama neneknya.
Nah, sepanjang hidupnya, Ellery tuh jarang denger ibunya ngomong soal masa-masa dia tinggal di Echo Ridge. Yang jelas, Ellery tahu, ibunya dulu punya kembaran yang tiba-tiba hilang di Echo Ridge. Dan 5 tahun yang lalu, ada pembunuhan terhadap salah satu gadis di situ. Dan yang paling bikin Ellery penasaran adalah, kembaran ibunya Ellery dan cewek yang dibunuh sama-sama homecoming queen.
Parahnya lagi, waktu Ellery pindah, tiba-tiba muncul berbagai ancaman aneh yang niatnya ke arah membunuh para nominasi homecoming queen--salah satunya Ellery. Sebagai cewek yang suka banget sama cerita-cerita misteri, Ellery pun berusaha mengungkap rahasia yang ada di Echo Ridge.
Oke, jadi sebenernya dari segi cerita dan tema, novel ini vibes-nya masih mirip sama One of Us is Lying dan kayak yang saya bilang di review buku itu, vibes-nya mirip serial TV Pretty Little Liars. Menurut saya ini juga mirip sih, apalagi bagian ancaman-ancamannya yang pakai darah, terus pake nyabotase acara sekolah, dll.
Tapi menurut saya, novel ini jauh dari ekspektasi. Jauh dari One of Us is Lying. Di buku debutnya, Karen M. McManus menurut saya bisa bikin cerita tambah kompleks dengan mendalami dan ngasih subplot masing-masing karakter utama yang bisa bikin ceritanya tambah "kaya". Di sini yaahh, menurut saya karakter-karakternya banyak yang agak superfisial. Terus kayak yang jahat tuh udah ketahuan. Walaupun saya nggak langsung nebak, tapi pas udah mengarah ke si "itu" saya nggak kaget.
Motif kejahatannya pun klise, misterinya nggak begitu dapat, tapi yang saya suka adalah, pembangunan suasananya menurut saya dapat. Kayak suasana small town yang penuh misterinya tuh ada, jadi yahh, di bagian itu masih oke.
Tapi kalau kalian pengin baca novel thriller young adult yang mirip Pretty Little Liars (tentu aja minus semua dramanya yang bikin serial itu jadi 7 season nggak penting yang entah kenapa saya tonton semuanya sampai habis haha), saya saranin mending baca One of Us is Lying aja.
7. Beta Testing - Mooseboo
Rating: 3/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Saya memutuskan buat baca buku ini karena dia tergabung dalam serial Job Series-nya Elex. Kebetulan saya udah baca Algoritme Rasa akhir tahun 2019 dan pengin nyoba baca yang ini. Sebenernya series ini isinya stand alone, sih, buku-bukunya nggak saling bersambung, penulisnya beda, cuma tema besarnya tuh karakter-karakter utamanya punya kerjaan yang unik.
Di sini karakter utamanya adalah Pangeran yang kerjanya sebagai Game Tester sebuah perusahaan Game Developer di Indonesia bernama NCVision (haha ini co-pas blurb Goodreads). Di awal cerita, dia HTS-an sama temennya dari SMA yang juga kerja di NCVision--Mika. Jadi awalnya kayak dilihatin hubungan mereka gitulah, terutama Mika yang udah kesel sama Pange karena nggak jelas maunya apa.
Pada suatu hari, Pange bertemu Magda, karyawan perpustakaan deket kantornya Pange yang bilang kalau kerjaan Pange tuh nggak ada substansinya! Kesel banget dong Pange, udah capek-capek, sering lembur, dibilang kerjaannya nggak guna. Terus mereka debat, dll, dll, dsb, terus jadi deket.
Yah, secara garis besar kayak gitu sih, ceritanya. Saya udah agak lupa karena ceritanya nggak terlalu berkesan buat saya. Alurnya lambat dan kadang terlalu banyak drama. Yah, setiap saya baca lini metropop-nya GPU atau city lite-nya Elex saya memang hampir selalu udah memprediksi kalau yang saya baca itu bakal jadi bacaan 3 bintang (kecuali beberapa buku tertentu yang temanya unik dan saya suka, paling saya kasih 4, ATAU malah jelek jadi saya kasih 2 atau 1), dan buku ini jadi salah satu buku city-lite-sesuai-prediksi-tiga-bintang.
Secara keseluruhan oke, tapi bukan bener-bener bacaan yang menghibur buat saya. Kesan saya paling cuma kayak "oh, oke" pas selesai baca WKWK.
8. No Exit - Taylor Adams
Rating: 4.25/5
Media baca: buku fisik
Buku ini bercerita tentang Darby, cewek kuliahan yang mau pulang ke rumah dari kampusnya. Waktu lagi di jalan tol, tiba-tiba ada badai salju dan dia nggak punya pilihan lain selain berhenti di rest area terdekat. Nah, dia pun akhirnya sampai di satu rest area, dan ternyata di situ udah ada 4 orang lainnya.
Karena mau nggak mau harus melewatkan malam di situ, Darby berusaha ngehubungin saudara dan ibunya di rumah kalau dia bakal pulang telat (Darby mau pulang kalau nggak salah karena ibunya sakit parah). Tapi karena susah nemu sinyal, dia pun harus jalan-jalan keluar dari gedung rest area. Nah, pas dia mau balik ke bangunan itu, dia lewat salah satu van yang ada di parkiran, dan tiba-tiba...
ada tangan yang nempel ke jendela!! Kayak tangan anak kecil di dalam van itu!
Darby kaget dan takut banget dong. Dia pun mulai berpikir jangan-jangan salah satu orang di dalam bangunan itu orang jahat atau psikopat yang lagi nyulik dan menyiksa anak kecil.
Di tengah badai salju kayak gini, Darby nggak mungkin kabur. Dia pun akhirnya berusaha mencari tahu van itu punya siapa dan pada akhirnya melawan orang jahat yang terjebak badai salju bareng dia.
Okee, jadi bisa dilihat dari cuplikan yang saya ceritain di atas, novel ini novel thriller yang lumayan hitam-putih. Maksudnya, karakter baik dan jahat di novel ini tuh jelas banget, bukan kayak thriller yang ada morally gray character-nya gitu.
Yang bikin saya suka sama buku ini adalah, pace-nya cepet, terus deg-degannya dapet, plot twist-nya ada dan adegan aksinya juga saya suka banget. Pas adegan klimaks tuh saya bener-bener ikutan putus asa sama Darby, wkwk.
Buku ini cocok buat kalian yang suka thriller aksi dengan pace cepat. Kalau saya pribadi nggak terlalu suka thriller yang hitam-putih gitu moral dan intensi karakternya, makanya yaa buku ini bagi saya "biasa aja" buat bagian temanya, tapi eksekusinya bagus banget! Saya sukaaa! Yang jelas, kayak novel thriller pada umumnya, kemungkinan kalian nggak akan bisa berhenti balik halaman saking penasaran buat tahu akhirnya gimana.
9. His Wedding Organizer - Retni S. B
Rating: 1/5 (DNF)
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Seperti yang bisa dilihat dari rating-nya, saya nggak suka novel ini dan saya DNF (did not finish) sekitar di halaman 100-an terus akhirnya saya loncat ke halaman akhir cuma buat tahu ending-nya dan... udah.
Oke, saya ceritain dulu ya bukunya tentang apa. Buku ini ceritanya tentang Harsya (ini sebenernya lupa nama ceweknya siapa, dengan berat hati saya harus buka lagi bukunya di Gramedia Digital). Harsya ini punya perusahaan wedding organizer gitu. Nah, pada suatu hari, temen SMA-nya--Karin, mau nikah pakai jasa WO-nya Harsya, dan karena Karin tajir banget dan pengin konsep nikah yang unik dan bisa meningkatkan nama WO-nya Harsya, jadi Harsya terima.
Tapi ternyata... calon suaminya Karin tuh pacarnya Harsya!
Harsya pun sadar dia selama ini jadi selingkuhan. Dia sakit hati dong, dan sebagainya. Sempet mau batalin acaranya Karin, tapi banyak pertimbangan lain (lupa apa), tapi akhirnya tetep dijalanin. Dan akhirnya, Harsya pun ngajak Adra--sahabatnya buat jadi date di acara nikahan Karin, dan terjadi kesalahpahaman di antara keluarga Harsya dan Adra (mereka emang udah deket dari kecil, keluarganya juga deket), di mana mereka pikir Harsya dan Adra beneran pacaran terus mau dinikahin. Adranya kelihatan mau dan Harsya akhirnya mau nyoba.
Tapi coba tebak apa... Harsya kemudian selingkuh lagi sama suaminya Karin (lupa siapa namanya).
Dari sini saya udah maleeesss banget sama ceritanya. Sekitar halaman 100-an saya udah sebel banget, pengin ngomel-ngomel sama tingkah laku Harsya yang seenaknya dan aduh, nggak banget.
Saya baca skip sampai akhir dan saya tahu akhirnya Harsya sama Adra bareng (bodo amat ini spoiler, saya sebel banget sama cerita ini). Kalau nggak salah Adra terus pergi ke Kalimantan apa ke mana dan Harsya ngikutin buat "dapetin" Adra balik karena dia nyadar Adra ternyata yang paling cocok sama dia dan saya kayak..
Saya nggak ngerti maksud cerita ini apa. Lo bisa enak-enak selingkuh dan nyelingkuhin abis itu tetep dapet happy ending kalau lo privileged enough buat ke mana aja di Indonesia kapan pun lo mau dan menjalankan misi demi mendapatkan apa yang lo mau dan tada, seneng selamanya??
DANN yang bikin saya sebel banget adalah, Harsya sama sekali nggak menyesal. Selama dia selingkuh, dia melakukan berbagai justifikasi di kepalanya tentang hal yang dia lakuin, dan ketika dia kemudian nggak bisa selingkuh lagi (karena udah ketahuan kayaknya), dia nggak menyesal malah langsung nyari cowok lain a.k.a Adra.
Gatau ah males. Kita sudahi saja untuk yang ini.
10. Everything I Never Told You - Celeste Ng
Rating: 5/5 (FAV)
Media baca: buku fisik
SAYA SUKA BANGET BUKU INI!!!!
Ini adalah buku kedua yang saya masukin ke shelf favorit tahun ini setelah Radio Silence dan saya sama sekali nggak nyangka. Maksudnya, dari premis awalnya udah menarik, tapi pas saya baca tuh saya kayak... ya ampun, saya nggak tahu saya butuh baca cerita ini sampai saya baca buku ini!! Bener-bener pereda emosi abis baca buku sebelumnya yang ngeselin hahaha.
Oke, jadi ceritanya ada suatu keluarga yang terdiri dari 5 orang: Ayah (James Lee), Ibu (Marilyn Lee), Anak (Nathan, Lydia, Hannah). Buku ini dibuka dengan kematian si anak tengah sekaligus anak favorit James dan Marilyn--Lydia. Lydia mati secara misterius di danau tempat mereka tinggal di Ohio (latar tahunnya sekitar 1970-an). Tentu aja, James dan Marilyn syok banget, apalagi kayak yang saya bilang tadi, Lydia adalah favorit mereka. Bener-bener favorit.
Nah, ceritanya kemudian berjalan dengan alur maju dan mundur serta mengikuti banyak perspektif. Ada perspektif James, Marilyn, Nathan, dan Hannah.
Untuk si kedua orangtua, kita disuguhi cerita mereka berdua sekilas dari kecil sampai akhirnya ketemu, dan di latar belakang inilah kita bisa tahu kenapa sih mereka sampai bikin Lydia anak favorit mereka dan (tanpa sadar) menekan Lydia--Marilyn selalu menekan Lydia di bidang akademik dan James menekan Lydia di bidang sosial. Ini kelihatannya klise ya, tapi kalau kalian baca dan tahu latar belakang kedua orangtuanya melakukan itu tuh, bener-bener.... aduh, BAGUS BANGET penyampaiannya dan menyentuh abis.
“How had it begun? Like everything: with mothers and fathers. Because of Lydia’s mother and father, because of her mother’s and father’s mothers and fathers.”
Kalau untuk perspektif Nathan dan Hannah, kebanyakan untuk melihat dari sisi lain bagaimana ayah-ibu mereka tuh kayak pilih kasih banget ke Lydia. Banyak adegan kilas balik waktu Lydia masih hidup dan perhatian ayah-ibunya tuh ke Lydia semua. Bener-bener kasihan dan ya ampun, menyentuh banget (oke tahan ya, kayaknya saya bakal banyak bilang 'menyentuh' di review buku ini hahaha).
“He pushed her in. And then he pulled her out. All her life, Lydia would remember one thing. All his life, Nath would remember another.”
Saya suka banget gimana awalnya cerita ini tuh kayak misteri, karena kita bener-bener nggak tahu kenapa Lydia bisa mati di danau itu--apakah dia diajak ke sana? Apakah dia dibunuh? Apakah dia bunuh diri? Jadi awalnya ceritanya berbalut misteri, tapi semakin ke belakang, terasa family drama-nya yang bener-bener real dan (1.. 2.. 3) menyentuh banget.
“You loved so hard and hoped so much and then you ended up with nothing. Children who no longer needed you. A husband who no longer wanted you. Nothing left but you, alone, and empty space.”
((Chandler adalah saya sepanjang baca buku ini hahaha)) |
Judulnya "Everything I Never Told You" itu bener-bener pas banget. Karena berbagai tindakan dan motif semua karakter di sini tuh didasari oleh apa yang nggak mereka ucapin ke orang lain--bahkan orang terdekat mereka--dan itu mungkin kedengaran biasa aja, tapi kalau kalian baca tuh, beneran terasa real.
Novel ini bercerita tentang Lis, cewek yang masih terjebak sama masa lalu dengan mantannya, yaitu Darren. Itu sih inti ceritanya hahaha. Yah, buku ini berputar tentang hubungan Darren-Lis. Banyak adegan kilas-balik dan adegan sekarang, di mana Darren dan Lis sempet deket lagi dan bikin Lis berharap.
Buku ini cukup tipis dan saya baca nggak sampai sehari di Gramedia Digital, semuanya pas lagi nggak di rumah (jadi saya pergi tuh mulai baca, pas pulang udah selesai). Bukunya nggak terlalu berkesan, dan membosankan. Alurnya lambat, walaupun nggak buruk, makanya awalnya saya mau kasih 3 bintang.
Namun, melihat ending-nya yang bagus, akhirnya saya kasih 3.5 (tetep saya buletin jadi 3 di Goodreads).
Buku ini saya baca abis baca Everything I Never Told You yang ke-gloomy-annya masih terasa waktu saya baca ini, makanya itu mungkin jadi salah satu faktor juga kenapa buku ini sama sekali nggak berkesan buat saya.
Buku ini sebenernya plotnya sederhana, dan penyampaiannya pun simpel tapi indah banget! Temanya juga bagus, tentang pencarian jati diri, friendship, family yang sangat penting tapi itu tadi, dibawain dengan simpel lewat sudut pandang anak sekitar 11-12 tahun.
Dan memang pada akhirnya ada tentang mereka menyadari orientasi seksual mereka dan kayak evaluasi apa arti mereka buat satu sama lain ((woi ini gue ngomong apa sih HAHAH ya intinya ngerti kan)).
Buku ini bener-bener ditulis dengan sederhana tapi kayak yang saya bilang, beautiful. Kalimat-kalimatnya banyak yang cuma pendek, nggak terlalu banyak paragraf panjang dalam satu halaman, tapi maknanya tetap dapat. Alurnya kadang lambat, tapi karena bahasanya enak tuh beneran jadi nggak terasa lambatnya, yang ada saya malah nggak pengin buku ini cepat-cepat berakhir.
p.s + cover-nya bagus banget nggak sihh wkwk.
“He can guess, but he won't ever know, not really. What it was like, what she was thinking, everything she'd never told him.”
Dan karena buku ini latarnya di Ohio tahun 1970-an, ketika di sana masih didominasi ras kulit putih, James yang berkulit kuning (dan anaknya otomatis jadi campuran karena Marilyin kulit putih) itu juga jadi salah satu topik yang dibahas di sini. Di latar belakang datangnya keluarga James ke Amerika juga kelihatan banget masalah ras dan ketimpangan sosial yang cukup kental di sana.
Lalu... cara Celeste Ng nulis tuh beneran INDAH BANGET. Buku ini ditulis pakai sudut pandang orang ketiga serba tahu, dan setiap transisinya mulus. Saya inget banget di bab yang nyeritain latar belakang Marilyn dan James awalnya nyeritain Marilyn dulu, dari SMA sampai kuliah dan di situ dia ketemu James, terus ada transisi ke serba tahu pihak James dari ketika dia ketemu Marilyn terus mundur ke masa kecilnya dan semua itu halus banget dan kayak.. bagus :").
Kalimat-kalimat Celeste Ng juga bagus dan saya suka pokoknya haha.
Kemudian, waktu saya udah mikir saya nggak bakal bisa lebih suka lagi sama buku ini, muncul trope favorit saya sebagai subplot (yang bukan subplot sih, karena nggak bener-bener ada plot-nya, tapi kayak sebagai trope sampingan gitu).
“She recognized it at once: love, one-way deep adoration that bounced off and did not bounce back; careful, quiet love that didn't care and went on anyway.”
Akhirnya juga saya suka banget! Ending-nya tuh nggak seneng, nggak sedih, tapi hopeful. Semacam, saat itu mungkin semuanya belum baik-baik aja, tapi sudah membaik dan akan jadi lebih baik lagi, dinarasiin pakai sudut pandang orang ketiga pengamat yang meyakinkan pembaca hal-hal apa yang terjadi ke depan walaupun karakter-karakter di situ belum tahu. Mungkin jalan ke situ masih panjang, dan mungkin jalannya nggak mudah, tapi suatu saat nanti mereka bakal sampai sana. Saya suka banget cerita yang ditutup dengan cara kayak gitu. Semacam Turtles All the Way Down-nya John Green yang baru selesai saya baca pas nulis ini, juga ending-nya kayak gitu dan saya suka!!
“When a long, long time later, he stares down at the silent blue marble of the earth and thinks of his sister, as he will at every important moment of his life. He doesn't know this yet, but he senses it deep down in his core. So much will happen, he thinks, that I would want to tell you.”
Oke, bicarain Everything I Never Told You mungkin nggak akan pernah kelar, intinya tolong baca buku ini!! Bagus banget!!
11. Start Again - Seplia
Rating: 3.5/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Novel ini bercerita tentang Lis, cewek yang masih terjebak sama masa lalu dengan mantannya, yaitu Darren. Itu sih inti ceritanya hahaha. Yah, buku ini berputar tentang hubungan Darren-Lis. Banyak adegan kilas-balik dan adegan sekarang, di mana Darren dan Lis sempet deket lagi dan bikin Lis berharap.
Buku ini cukup tipis dan saya baca nggak sampai sehari di Gramedia Digital, semuanya pas lagi nggak di rumah (jadi saya pergi tuh mulai baca, pas pulang udah selesai). Bukunya nggak terlalu berkesan, dan membosankan. Alurnya lambat, walaupun nggak buruk, makanya awalnya saya mau kasih 3 bintang.
Namun, melihat ending-nya yang bagus, akhirnya saya kasih 3.5 (tetep saya buletin jadi 3 di Goodreads).
Buku ini saya baca abis baca Everything I Never Told You yang ke-gloomy-annya masih terasa waktu saya baca ini, makanya itu mungkin jadi salah satu faktor juga kenapa buku ini sama sekali nggak berkesan buat saya.
12. Aristotle and Dante Discover The Secrets of The Universe - Benjamin Alire Sáenz
Rating: 5/5 (FAV)
Media baca: buku fisik
BUKU LAIN YANG SAYA SUKA BANGETT!! Buku ketiga yang saya masukin shelf favorit di Goodreads :D.
Buku ini terkenal banget pada zamannya--terbit tahun 2012 tapi saya baru baca tahun 2020, emang ketinggalan zaman banget :( dan saya menyesal nggak baca buku ini dari dulu.
Oke, jadi buku ini diceritakan dari sudut pandang Ari, singakatan dari Aristotle (bukan beneran filsuf Aristotle, emang namanya begitu).
“I renamed myself Ari.
If I switched the letter, my name was Air.
I thought it might be a great thing to be the air.
I could be something and nothing at the same time. I could be necessary and also invisible. Everyone would need me and no one would be able to see me.”
Di awal cerita, dia umurnya belasan dan lagi menjalani summer. Nah, suatu hari ketika dia sedang berenang di deket rumahnya, dia ketemu sama anak cowok seumurannya yang baru pindah ke situ, namanya Dante (ini juga bukan Dante yang bikin Inferno, cuma namanya doang wkwk). Ari yang nggak bisa berenang terus diajarin sama Dante, dan intinya, sepanjang summer itu mereka jadi dekat. Dante yang terbuka dan ceria bisa ngimbangin Ari yang lebih banyak diam dan cenderung lebih observant. Mereka pun mengalami banyak hal bareng, mulai dari main, jalan-jalan, sampai kecelakaan juga ada (ini spoiler nggak sih? Kayaknya sih nggak, nggak berpengaruh juga wkwk).
“I wanted to tell them that I'd never had a friend, not ever, not a real one. Until Dante. I wanted to tell them that I never knew that people like Dante existed in the world, people who looked at the stars, and knew the mysteries of water, and knew enough to know that birds belonged to the heavens and weren't meant to be shot down from their graceful flights by mean and stupid boys. I wanted to tell them that he had changed my life and that I would never be the same, not ever. And that somehow it felt like it was Dante who had saved my life and not the other way around. I wanted to tell them that he was the first human being aside from my mother who had ever made me want to talk about the things that scared me. I wanted to tell them so many things and yet I didn't have the words. So I just stupidly repeated myself. "Dante's my friend.”
PENGIN NANGIS BANGEETT. Ari and Dante were like, the purest thing on earth |
Buku ini sebenernya plotnya sederhana, dan penyampaiannya pun simpel tapi indah banget! Temanya juga bagus, tentang pencarian jati diri, friendship, family yang sangat penting tapi itu tadi, dibawain dengan simpel lewat sudut pandang anak sekitar 11-12 tahun.
“I had a feeling there was something wrong with me. I guess I was a mystery even to myself.”
Dan memang pada akhirnya ada tentang mereka menyadari orientasi seksual mereka dan kayak evaluasi apa arti mereka buat satu sama lain ((
Buku ini bener-bener ditulis dengan sederhana tapi kayak yang saya bilang, beautiful. Kalimat-kalimatnya banyak yang cuma pendek, nggak terlalu banyak paragraf panjang dalam satu halaman, tapi maknanya tetap dapat. Alurnya kadang lambat, tapi karena bahasanya enak tuh beneran jadi nggak terasa lambatnya, yang ada saya malah nggak pengin buku ini cepat-cepat berakhir.
“And it seemed to me that Dante's face was a map of the world. A world without any darkness.
Wow, a world without darkness. How beautiful was that?”
Silakan baca buku ini kalau kalian ingin merasa tenang tapi di saat bersamaan juga emosional mengikuti kisah Ari-Dante (saya nggak bisa jelasin kenapa bisa gitu perasaannya, tapi coba kalian baca sendiri haha).
Intinya buku ini bagus banget! Solid five starsss!!!
13. Dimsum Terakhir - Clara Ng
Rating: 3.75/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Buku ini bercerita tentang empat perempuan kembar--Siska, Indah, Rosi, dan Novera--yang keempatnya hidup dalam dunia dan kesibukannya masing-masing. Mereka udah lama nggak ketemu satu sama lain karena sibuk. Nah, suatu hari, ayah mereka jatuh sakit dan karena satu dan lain hal mereka harus kumpul bareng buat ngurusin ayah mereka.
Pada saat mereka kumpul itulah, berbagai masalah baik dari masa lalu mereka ataupun masa sekarang, datang. Masalah personal mereka berempat berebut perhatian dengan masalah yang harus mereka hadapi bareng-bareng--soal ayah dan keluarga mereka.
Novel ini tuh... di luar ekspektasi saya. Saya sukaaa bangeet! :"). Ini adalah metropop yang akhirnya saya kasih 4 bintang karena bener-bener bikin saya nangis-nangis dan terharu padahal saya biasanya nggak emosional baca metropop, haha.
Saya suka kompleksitas masalah yang dengan berani dibawain Clara Ng di novel ini. Beberapa masalah di sini mungkin sangat kontroversial di masyarakat, tapi eksekusinya bagus di novel ini (seenggaknya menurut saya). Topik-topik penting yang menurut saya sangat perlu untuk dibahas dan didiskusikan dibawakan dengan cara yang ringan tapi nggak meremehkan. Clara Ng juga mengangkat masalah kaum minoritas di Indonesia, terutama tentang etnis Cina dan tradisi-tradisinya.
"Tidak ada yang boleh bilang kita keluarga aneh karena menyiapkan dimsum pagi-pagi sebelum Imlek. Memangnya apa sih definisi "tidak aneh" itu? Sesuatu yang dianggap normal hanya karena diikuti oleh orang-orang kebanyakan? Ah. Omong kosong. Kita tidak harus menjadi orang-orang yang sama dengan orang-orang lain."
Sayangnya, itu juga yang jadi poin minus buat saya. Saking banyaknya topik yang dijejalin ke sini, kebanyakan pembahasannya jadi agak superfisial. Seingat saya, yang lumayan banyak dibahas tuh masalah Rosi (dan saya suka! Sukses bikin saya nangis-nangis) tapi yang lainnya jadi kayak cuma sekilas. Masalah Siska, Indah, dan Novera nggak terlalu detail dibahas (seinget saya yaa) atau seenggaknya nggak sedalam masalah Rosi. Walaupun akhirnya porsinya pas, tapi yaa, berasa kayak dijejelin semua konflik dalam buku yang nggak terlalu tebel gitu.
Namun, di luar itu, karakterisasi yang dibuat Clara Ng di sini bagus banget! Bisa mempertahankan watak empat saudara kembar yang berbeda ini sepanjang buku bener-bener keren! Gimana cara mereka mengambil keputusan dan segala macem itu jadi khas banget buat masing-masing tokoh.
Saya juga suka drama keluarga di sini. Lucu tapi juga mengharukan.
"Waktu terus berlalu, tidak dapat dihentikan. Bayi akan tumbuh menjadi kanak-kanak dan kanak-kanak akan tumbuh menjadi dewasa. Mereka akan berjalan jauh dalam kehidupannya, menjadi pengembara di jalannya masing-masing. Selama mereka dapat kembali menemukan jalan pulang, aku merasa lega."
14. Love, Hate & Hocus-Pocus - Karla M. Nashar
Rating: 3.5/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Cerita lain dengan trope hate-to-love, tapiii agak ada yang beda.
Cerita ini tentang Gadis Parasayu yang dendam kesumat sama Troy Mardian. Menurut Gadis, Troy tuh orang Indonesia yang kayak kacang lupa kulit--sok bule dan narsisnya parah banget. Sedangkan menurut Troy, Gadis tuh sok banget pake brand-brand lokal, annoying, jutek, dll.
Yah, intinya mereka punya banayak perbedaan dalam memandang hidup, haha. Tapi mau nggak mau, mereka harus kerja bareng di kantor yang sama. Saya suka banget interaksi mereka pas lagi berantem, gara-gara tuh Troy beneran ajaib banget kelakuannya jadi saya bisa relate sama Gadis dan Gadis juga kadang annoying jadi saya bisa relate sama Troy (bagian hate-nya saya lebih suka di sini daripada The Hating Game yang di awal tadi).
Nah, terus masalah to-love-nya itu yang agak unik. Soalnya ada hubungannya sama sihir. Jadi kalau kalian baca blurb-nya tuh, tiba-tiba aja mereka kayak bangun dari tidur panjang terus udah nikah! Ya udah, mau nggak mau mereka harus pura-pura "nikah" karena ternyata, nikah mereka tuh beneran terjadi--kayak, mereka inget, tapi semacam inget sesuatu yang terjadi dalam mimpi gitu, bukan inget beneran. Dari situlah mereka mencoba gencatan senjata dan mulai benar-benar mengenal satu sama lain.
Tapi ternyata ada plot twist di ending-nya! Dan plot twist ini yang membuat novel ini punya sekuel, judulnya: Love, Curse & Hocus-Pocus yang saya juga baca bulan Januari ini dan akan saya review juga beberapa buku lagi. Kalau kalian tertarik baca ini dan nggak mau kena spoiler apa plot twist-nya, skip aja nanti bagian saya bahas buku itu.
(p.s saya nggak suka plot twist-nya dan nggak suka sekuelnya, akan lebih saya jelaskan nanti pas bahas sekuelnya.)
Bisa banget dibaca buat yang suka trope hate-to-love yang ringan, kocak, asik dibaca, ada campuran magical realism-nya dan unik.
15. The Trials of Morrigan Crow (Nevermoor #1) - Jessica Townsend
Rating: 4.75/5 (FAV)
Media baca: buku fisik
Buku keempat yang saya masukin shelf favorit di Goodreads bulan ini! :D. Buku ini adalah buku fantasi middle grade yang vibes-nya semacam buku-buku Harry Potter yang awal-awal (yang kira-kira masih masuk kategori middle grade, lah).
Oke, saya akan coba nyeritain buku ini tentang apa (udah agak lupa detailnya karena kayak alasan di atas, buku ini buku fisik yang ada di rumah dan saya nggak bisa buka buat nyari detailnya).
Cerita ini dimulai dari Morrigan Crow, cewek "terkutuk" karena dia lahir pada malam Eventide. Semua hal-hal buruk, terutama yang terjadi di kota tempat Morrigan tinggal tuh pokoknya salah Morrigan, walaupun dia nggak ngapa-ngapain.
Nah, Morrigan ditakdirkan meninggal pada ulang tahunnya yang ke-12 (kayak semua anak lain yang lahir pada malam Eventide).
Namun, waktu Morrigan mau ulang tahun, dia malah dijemput sama Jupiter North, pemuda eksentrik yang ngaku bakal nyelamatin Morrigan dari maut dan membawa Morrigan ke Nevermoor--dunia ajaib yang Morrigan nggak tahu keberadaannya.
Tapi buat diterima jadi "warga negara" Nevermoor, satu-satunya cara yang bisa Morrigan pakai adalah dengan jadi anggota Wundrous Society--sekolah elit di Nevermoor yang terkenal karena alumni-alumninya melegenda dan nggak ada yang payah gitulah. Di Nevermoor, anggota Wundrous Society ini dianggap termasuk orang-orang yang keududukannya tinggi. Jupiter North sendiri adalah anggota Wundrous Society.
Morrigan pun mulai menjalani serangkaian tes seleksi buat jadi anggota Wundrous Society. Bersamaan dengan itu juga, dia berkenalan dengan dunia barunya. Tempat dia tinggal (hotel punya Jupiter North) di mana dia kenalan sama banyak orang dan termasuk "bukan orang"--favorit saya si Magnificat (kucing yang bisa ngomong, duh lupa namanya siapa maaf ya wkwk). Morrigan juga dapat teman baru--Hawthrone--dan yaa pokoknya beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Tapi ada beberapa masalah buat Morrigan. Salah satunya adalah, di tes seleksi akhir Wundrous Society, semacam ada "penampilan bakat" dan ini tuh yang bener-bener "penentuan" dan ciri khasnya Wundrous Society. Hawthrone bisa naik naga, Jupiter North bisa tahu masa lalu suatu benda/orang dengan hanya melihat benda/orang tersebut. Ada orang yang bisa hipnotis, dll gitu. Tapi Morrigan nggak merasa punya bakat apa-apa. Namun, Jupiter North selalu bilang percaya aja pasti Morrigan bisa lolos.
Udah gitu, ada masalah lain. Wundersmith--orang yang bisa mengendalikan Wunder (semacam sumber energi buat dunia mereka) itu cuma satu orang di dunia dan jahaat banget. Saat Morrigan ke Nevermoor itu mulai kayak ada beberapa tanda kehadiran Wundersmith, walaupun orang-orang kayak nggak mau ngakuin, karena Nevermoor itu katanya punya pelindung (yang dibikin sama orang-orang Wundrous Society, tentu aja) supaya Wundersmith nggak bisa masuk. Tapi.. apakah benar Wundersmith nggak bisa masuk?
Kayak gitu sih garis besar ceritanya. Saya sukaaa banget novel ini. Udah lama banget sejak saya baca middle grade fantasy. Saya suka banget cara dunianya bekerja, sistem sihirnya, orang-orangnya dan segala macem. Memang buku ini mungkin nggak cocok buat kalian yang nggak terlalu suka fantasi, apalagi epic fantasy kayak gini (yang nggak ada hubungannya sama dunia kita sekarang, semacam Game of Thrones juga epic fantasy. Kalau kayak Harry Potter, Percy Jackson, Shadowhunters series, dan semacamnya itu bukan epic fantasy, karena masih ada hubungannya sama dunia kita). Baca epic fantasy kadang emang capek sih, karena harus adaptasi sama dunia mereka, tapi buat saya, latar fantasi di sini asik banget buat diikutin.
"Kejutan" di akhir saya udah bisa nebak sih sebenarnya. Tapi mungkin bisa jadi spoiler (?), jadi saya nggak bakal nyebut. Sekuel buku ini judulnya: Wundersmith: The Calling of Morrigan Crow yang saya juga baca bulan ini dan akan saya review beberapa buku lagi. Saya akan berusaha nggak nyebutin "kejutan" di akhir buku ini supaya review saya nggak mengurangi keseruan kalian kalau ada yang mau baca hehe.
Oke, saya akan coba nyeritain buku ini tentang apa (udah agak lupa detailnya karena kayak alasan di atas, buku ini buku fisik yang ada di rumah dan saya nggak bisa buka buat nyari detailnya).
Cerita ini dimulai dari Morrigan Crow, cewek "terkutuk" karena dia lahir pada malam Eventide. Semua hal-hal buruk, terutama yang terjadi di kota tempat Morrigan tinggal tuh pokoknya salah Morrigan, walaupun dia nggak ngapa-ngapain.
Nah, Morrigan ditakdirkan meninggal pada ulang tahunnya yang ke-12 (kayak semua anak lain yang lahir pada malam Eventide).
Namun, waktu Morrigan mau ulang tahun, dia malah dijemput sama Jupiter North, pemuda eksentrik yang ngaku bakal nyelamatin Morrigan dari maut dan membawa Morrigan ke Nevermoor--dunia ajaib yang Morrigan nggak tahu keberadaannya.
Tapi buat diterima jadi "warga negara" Nevermoor, satu-satunya cara yang bisa Morrigan pakai adalah dengan jadi anggota Wundrous Society--sekolah elit di Nevermoor yang terkenal karena alumni-alumninya melegenda dan nggak ada yang payah gitulah. Di Nevermoor, anggota Wundrous Society ini dianggap termasuk orang-orang yang keududukannya tinggi. Jupiter North sendiri adalah anggota Wundrous Society.
Morrigan pun mulai menjalani serangkaian tes seleksi buat jadi anggota Wundrous Society. Bersamaan dengan itu juga, dia berkenalan dengan dunia barunya. Tempat dia tinggal (hotel punya Jupiter North) di mana dia kenalan sama banyak orang dan termasuk "bukan orang"--favorit saya si Magnificat (kucing yang bisa ngomong, duh lupa namanya siapa maaf ya wkwk). Morrigan juga dapat teman baru--Hawthrone--dan yaa pokoknya beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Tapi ada beberapa masalah buat Morrigan. Salah satunya adalah, di tes seleksi akhir Wundrous Society, semacam ada "penampilan bakat" dan ini tuh yang bener-bener "penentuan" dan ciri khasnya Wundrous Society. Hawthrone bisa naik naga, Jupiter North bisa tahu masa lalu suatu benda/orang dengan hanya melihat benda/orang tersebut. Ada orang yang bisa hipnotis, dll gitu. Tapi Morrigan nggak merasa punya bakat apa-apa. Namun, Jupiter North selalu bilang percaya aja pasti Morrigan bisa lolos.
Udah gitu, ada masalah lain. Wundersmith--orang yang bisa mengendalikan Wunder (semacam sumber energi buat dunia mereka) itu cuma satu orang di dunia dan jahaat banget. Saat Morrigan ke Nevermoor itu mulai kayak ada beberapa tanda kehadiran Wundersmith, walaupun orang-orang kayak nggak mau ngakuin, karena Nevermoor itu katanya punya pelindung (yang dibikin sama orang-orang Wundrous Society, tentu aja) supaya Wundersmith nggak bisa masuk. Tapi.. apakah benar Wundersmith nggak bisa masuk?
Kayak gitu sih garis besar ceritanya. Saya sukaaa banget novel ini. Udah lama banget sejak saya baca middle grade fantasy. Saya suka banget cara dunianya bekerja, sistem sihirnya, orang-orangnya dan segala macem. Memang buku ini mungkin nggak cocok buat kalian yang nggak terlalu suka fantasi, apalagi epic fantasy kayak gini (yang nggak ada hubungannya sama dunia kita sekarang, semacam Game of Thrones juga epic fantasy. Kalau kayak Harry Potter, Percy Jackson, Shadowhunters series, dan semacamnya itu bukan epic fantasy, karena masih ada hubungannya sama dunia kita). Baca epic fantasy kadang emang capek sih, karena harus adaptasi sama dunia mereka, tapi buat saya, latar fantasi di sini asik banget buat diikutin.
"Kejutan" di akhir saya udah bisa nebak sih sebenarnya. Tapi mungkin bisa jadi spoiler (?), jadi saya nggak bakal nyebut. Sekuel buku ini judulnya: Wundersmith: The Calling of Morrigan Crow yang saya juga baca bulan ini dan akan saya review beberapa buku lagi. Saya akan berusaha nggak nyebutin "kejutan" di akhir buku ini supaya review saya nggak mengurangi keseruan kalian kalau ada yang mau baca hehe.
16. Catatan Harian Menantu Sinting - Rosi L. Simamora
Rating: 3.25/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Seperti yang bisa dilihat dari judulnya, buku ini isinya seperti curhatan terhadap mertua yang ajaib banget kelakuannya. Jadi, buku ini diceritakan dari sudut pandang Minar, istri dari Sahat di mana ibunya Sahat--Mamak Mertua--selalu bikin Minar pusing. Adaa aja yang diributin sama si Mamak ini.
Buku ini juga banyak menyinggung tentang budaya Batak, mengingat mereka memang keluarga Batak dan Mamak ini Bataknya masih kental banget (dari adat, bahasa, dan sebagainya). Minar juga orang Batak walaupun ada campuran Jawa-nya, tapi budaya Batak Minar nggak sekental Mamak, ini juga yang bikin mereka berdua suka ribut karena beda paham.
Cerita ini nggak begitu ada alurnya, karena kadang isinya cuma Minar yang nyeritain cuplikan-cuplikan kejadian di hidupnya terutama yang berkaitan dengan Mamak. Tapi secara keseluruhan ceritanya maju terus, walaupun ada beberapa kali Minar nyinggung sesuatu dan jadinya kilas-balik.
Saya suka banget bagaimana cerita ini dikemas jadi lucu, menghibur, bacaan cepat yang sekilas kayak buat ketawa-ketawa aja tapi sebenernya pesannya cukup penting buat disampaikan. Saya juga jadi belajar banyak tentang budaya orang Batak.
"Siap-siap hidupmu bakal superheboh dan berisik ya, Amang. Nikmati dan syukurilah. Sebab itu pertanda kau dicintai segerombolan keluarga Batak yang menamai diri mereka Pomparan Ompung ni si Piktoria Purba. Seru. Ngeselin. Bikin rambut rontok dan nyakar aspal. Tapi toh... cinta juga namanya."
17. Love, Curse & Hocus-Pocus - Karla M. Nashar
Rating: 2.5/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Cerita ini merupakan lanjutan dari Love, Hate & Hocus-Pocus yang udah saya review di atas. Di akhir cerita itu (ini agak spoiler buat buku pertama), Troy dan Gadis "bangun" kayak dari tidur dan ternyata... pas mereka "nikah" abis bangun tidur itu... mimpi!
Jadii, buku ini tuh kayak mimpi di dalam mimpi di dalam mimpi terus ada yang bukan mimpi gitu deh. Semacam film Inception mungkin (?) tapi versi romcom--yang sebenernya unik idenya, cuma menurut saya, ini jadi menghilangkan suasana magis di buku pertamanya, karena di buku ini Troy sama Gadis berusaha "merasionalkan" kejadian mereka.
Sebenernya masuk akal, karena kalau itu kejadian berkali-kali yaa mereka jadi penasaran, sebenernya mereka kenapa. Tapi masalahnya, menurut saya, bagusan di buku pertama dibiarin tetep jadi misteri aja. Nggak apa-apa dibikin di akhir buku pertama mereka bangun dan ternyata nggak beneran terjadi, tapi terus dilepas ke pembaca mau mikir apa yang sebenernya terjadi. Dengan dijelasin lanjutannya di sini, buku ini kehilangan daya tariknya buat saya.
Jadi ini sebenernya bukan review detail karena sejujurnya saya udah lupa detailnya. Saya agak baca cepat buku ini dan nggak terlalu berkesan buat saya. Yah, tapi ini pendapat pribadi aja, sih.
Jadii, buku ini tuh kayak mimpi di dalam mimpi di dalam mimpi terus ada yang bukan mimpi gitu deh. Semacam film Inception mungkin (?) tapi versi romcom--yang sebenernya unik idenya, cuma menurut saya, ini jadi menghilangkan suasana magis di buku pertamanya, karena di buku ini Troy sama Gadis berusaha "merasionalkan" kejadian mereka.
Sebenernya masuk akal, karena kalau itu kejadian berkali-kali yaa mereka jadi penasaran, sebenernya mereka kenapa. Tapi masalahnya, menurut saya, bagusan di buku pertama dibiarin tetep jadi misteri aja. Nggak apa-apa dibikin di akhir buku pertama mereka bangun dan ternyata nggak beneran terjadi, tapi terus dilepas ke pembaca mau mikir apa yang sebenernya terjadi. Dengan dijelasin lanjutannya di sini, buku ini kehilangan daya tariknya buat saya.
Jadi ini sebenernya bukan review detail karena sejujurnya saya udah lupa detailnya. Saya agak baca cepat buku ini dan nggak terlalu berkesan buat saya. Yah, tapi ini pendapat pribadi aja, sih.
18. Finn - Honey Dee
Rating: 4.25/5
Media baca: e-book (Gramedia Digital)
Buku ini bercerita tentang Liz, yang setelah mengalami suatu "tragedi" dengan adiknya, semacam nggak akur sama ayah-ibunya. Dia merasa keluarganya udah "mati". Nah, suatu hari dia memutuskan untuk nerima pekerjaan ngerawat anak penderita autisme di Balikpapan (aslinya Liz orang Jakarta). Karena memang punya bekal merawat anak yang menderita autisme, Liz pun mulai kerja di situ.
Dia pun berkenalan dengan lingkungan barunya--Finn (anak yang dia rawat yang ternyata nggak "anak-anak". Kayaknya umurnya udah 21), Andika (kakaknya Finn), ayahnya Finn dan Andika, terus ada orang-orang rumah di sana.
Cerita ini sebagian besar berputar di perawatan Finn. Gimana Liz berusaha merawat Finn, mengubah stigma keluarga Finn sendiri terhadap autisme (karena mirisnya, keluarga Finn nggak tahu banyak hal soal ini dan makanya penanganan Finn selama ini buruk banget). Di saat bersamaan, Liz juga harus deal sama masalah keluarganya sendiri.
Cerita ini nggak terlalu panjang, tapi menyentuh banget! Salah satu metropop bulan ini yang berhasil bikin saya nangis-nangis dan saya kasih 4.25 (tetep dibuletin ke 4 di Goodreads). Saya sukaa banget topik tentang autisme yang diangkat di sini dan eksekusinya juga bagus banget. Saya juga suka gimana di cerita ini, Penulis juga masukin sudut pandang Finn selain sudut pandang Liza buat menyampaikan cerita.
"Saya senang. Walaupun saya adalah tragedi, saya bahagia. Saya ingin berkata pada Liza, saya ingin menjadi tragedi yang baik. Saya ingin menjadi tragedi yang tidak sedih. Saya ingin menjadi tragedi yang membuat Liza tersenyum.
Saya ingin menjadi tragedi yang bahagia."
19. Wundersmith: The Calling of Morrigan Crow (Nevermoor #2) - Jessica Townsend
Rating: 4.75/5 (FAV)
Media baca: buku fisik
Buku kelima yang saya masukin shelf favorit di Goodreads! Sekuel dari The Trials of Morrigan Crow yang tadi sudah saya review di atas.
Jadi, di buku ini, Morrigan Crow sudah keterima di Wundrous Society. Di sini, dia berharap ketemu keluarga baru, mengingat satu angkatan di Wundrous Society tuh cuma 8 orang, dia berharap bisa deket dong sama mereka.
Tapi... nggak. Beberapa anak di situ malah ngejauhin dan "takut" sama Morrigan. Jadi Morrigan cuma deket sama Hawthrone, temennya yang juga keterima di Wundrous Society. Di buku ini, Morrigan beradaptasi sama sekolah barunya. Kita melihat sistem sekolahnya, guru-gurunya, dll. Di saat yang bersamaan, ancaman Wundersmith semakin nyata di Nevermoor, dan Morrigan pun terseret ke masalah itu juga.
Belum lagi, angkatan mereka punya satu rahasia yang diancam akan dibongkar oleh orang asing lewat surat kaleng.
Saya nggak bakal ceritain terlalu panjang tentang buku yang ini, karena sebenernya cuma lanjutan dari yang sebelumnya. Masalahnya lebih ke Wundersmith sih kalau di buku yang ini (ya iyalaah, ada alasan kenapa judulnya Wundersmith, wkwk).
Buku ini tetep seru. Pace-nya cepet, asik, dunianya tetep asik buat diikutin, dan Morrigan punya temen baru di sini! Pokoknya asik bangeet. Kalau kalian suka yang pertama, kalian pasti juga suka yang ini hehe.
Bakal ada buku ketiga di serial Nevermoor ini, judulnya: Hollowpox: The Hunt for Morrigan Crow dan saya udah nggak sabar baca!
Dan oh yaa, cover-cover-nya bagus bangeet!
p.s buat serial ini saya baca versi terjemahannya dan terjemahannya enak banget! Layout-nya pun enak buat dilihat :D.
20. A Little Life - Hanya Yanagihara
Rating: 4.75/5 (FAV)
Media baca: buku fisik
Daannn ini adalah buku keenam yang saya masukin shelf favorit di Goodreads sekaligus buku terakhir yang saya baca di bulan Januari ini!
AAHHHHH SAYA NGGAK SIAP BAHAS BUKU INI *masukin 1000 emoji nangis*
Oke, saya harus kuat *menyiapkan tisu siapa tahu nangis pas nulis review buku ini haha*. Semoga saya bisa menyampaikan apa yang mau saya sampaikan tentang buku ini dengan efektif karena saya selalu terlalu emosional setiap membahas buku ini jadi suka nggak jelas ngomong apa.
A Little Life diceritakan dalam 7 part yang masing-masing part terdiri dari 3 chapter (kecuali Lispenard Street yang terakhir).
Cerita ini dimulai dengan menceritakan kehidupan empat orang--Jude, Willem, JB, dan Malcolm--yang pertama kali ketemu waktu kuliah dan sekarang sudah lulus serta sedang menghadapi masalah hidupnya masing-masing.
“They all—Malcolm with his houses, Willem with his girlfriends, JB with his paints, he with his razors—sought comfort, something that was theirs alone, something to hold off the terrifying largeness, the impossibility, of the world, of the relentlessness of its minutes, its hours, its days.”
Di awal cerita, ada Jude dan Willem yang sedang nyari apartemen, di sini kita dapat gambaran kalau di antara mereka berempat, Jude dan Willem bisa dibilang yang paling "tidak beruntung". Malcolm masih tinggal sama orangtuanya yang kaya, tapi dia berusaha deal sama kerjaannya yang bisa dibilang nggak memuaskan. JB juga walaupun nggak sekaya Malcolm, seenggaknya masih punya keluarga lengkap yang bisa support dia selama dia mencoba menjadi seniman di New York.
Willem sendiri punya cita-cita jadi aktor, dan Jude sendiri masih kerja di DA Office yang gajinya biasa aja.
“Wasn’t friendship its own miracle, the finding of another person who made the entire lonely world seem somehow less lonely?”
Nah, di part 1 (Lispenard Street) umur mereka sekitar 20-an, di part 2 mereka udah 30-an, part 3 40-an dan part 5 sampai akhir sekitar umur 40-50 gitu lah. Jadi kebayang yaa, ceritanya cukup detail membahas kehidupan karakter-karakternya, dan karena itu cukup tebal. Versi yang punya saya isinya kurang lebih 814 halaman. (Terutama yang banyak dibahas di sini adalah kehidupan Jude.)
Jadi, di part 1, kita kayak udah "kenal" JB, Malcolm, sama Willem, tapi Jude nggak. Nah, di part 2, kita lebih mendalami kehidupan Jude walaupun malah bikin kita makin penasaran. Kita dapat gambaran kalau masa lalunya Jude itu traumatis tapi kita nggak tahu pasti. Sepanjang buku ini, cuplikan tentang masa lalu Jude diceritain dan diungkap secara perlahan-lahan dan...
Di saat kita pelan-pelan diberitahu tentang masa lalu Jude, cerita juga terus maju. Banyak yang terjadi di kehidupan mereka dan kita bisa melihat bagaimana masa lalu (terutama masa lalu Jude) sangat berdampak pada kehidupannya yang sekarang.
Pada akhirnya, ketika umur mereka yahh, sekitar 40-an, mereka udah sukses. Jude jadi litigator di perusahaan hukum bergengsi. Willem juga sukses--akhirnya dia jadi aktor yang cukup terkenal. JB beberapa kali ngadain pameran yang sukses serta membuat dia jadi punya nama, dan Malcolm (seinget saya) mulai bikin perusahaan arsitek sendiri (apa awalnya freenlance dulu, yaa gitulah pokoknya).
Walaupun Jude sudah sukses, di balik semua itu, dia masih berusaha melawan trauma masa lalunya. Kita bisa lihat di part 4: The Axiom of Equality gimana masa lalu Jude menarik dia ke hubungan yang tidak baik juga. Gimana rasa benci dia terhadap diri dia sendiri itu membuat dia percaya kalau dia somehow pantas menerima semua hal buruk yang terjadi sama dia.
“You see, Jude, in life, sometimes nice things happen to good people. You don’t need to worry—they don’t happen as often as they should. But when they do, it’s up to the good people to just say ‘thank you,’ and move on, and maybe consider that the person who’s doing the nice thing gets a bang out of it as well, and really isn’t in the mood to hear all the reasons that the person for whom he’s done the nice thing doesn’t think he deserves it or isn’t worthy of it.”
Mungkin udah banyak yang denger juga dari review buku ini, kalau buku ini depressing abis dan... saya nggak bisa bilang sebaliknya. Buku ini penuh content warnings yang saya temukan dan saya rasa ini lumayan lengkap buat menggambarkan apa aja isi buku ini yang mungkin bisa jadi mengganggu buat beberapa orang.
Saya suka buku ini (udah jelas). Saya suka gimana Hanya Yanagihara bisa nge-capture hidup satu orang dan kita berasa hidup sama orang itu. Walaupun, ini juga yang jadi banyak kontra di kalangan pembaca--banyak yang bilang, dalam hal ini Hanya Yanagihara terlalu manipulatif. Cara dia pelan-pelan mengungkap masa lalu Jude setelah kita merasa peduli sama dia itu kayak cuma biar pembaca syok.
Saya agak setuju sama pendapat itu, walaupun nggak sepenuhnya. Saya cukup suka gimana Hanya Yanagihara memanipulasi penyampaian masa lalu Jude, walaupun saya sendiri udah nggak bisa lebih syok lagi habis baca masa lalu Jude sama Brother Luke. Yang bagian dia sama Dr. Traylor saya udah agak nggak peduli--udah nggak bisa syok lagi, haha. Jadi memang saya rasa beberapa bagian terlalu... berlebihan.
“He had looked at Jude, then, and had felt that same sensation he sometimes did when he thought, really thought of Jude and what his life had been: a sadness, he might have called it, but it wasn't a pitying sadness; it was a larger sadness, one that seemed to encompass all the poor striving people, the billions he didn't know, all living their lives, a sadness that mingled with a wonder and awe at how hard humans everywhere tried to live, even when their days were so very difficult, even when their circumstances were so wretched. Life is so sad, he would think in those moments. It's so sad, and yet we all do it.”
Saya nggak menyarankan kalian yang deal sama mental health issues atau trauma buat baca ini, karena buku ini sama sekali nggak representatif. Buku ini kayak menggambarkan trauma is trauma is trauma. Dan saya cukup beruntung bisa baca ini sampai habis, tapi saya paham banget kenapa buku ini bukan buat semua orang.
Di luar itu, saya suka banget sama cara Hanya Yanagihara menulis dan caranya memilih untuk ngambil adegan-adegan tertentu dari hidup mereka buat ditampilkan. Saya suka multiple perspectives yang digunakan buat nyampaiin cerita ini. Jugaa saya suka konsep menemukan keluarga baru dan friendship yang cukup kental di buku ini--sayangnya Jude sendiri mungkin nggak bisa bener-bener "paham" dan saya sedih banget.
“Relationships never provide you with everything. They provide you with some things. You take all the things you want from a person -- sexual chemistry, let's say, or good conversation, or financial support, or intellectual compatibility, or niceness, or loyalty -- and you get to pick three of those things. The rest you have to look for elsewhere. It's only in the movies that you find someone who gives you all those things. But this isn't the movies. In the real world, you have to identify which three qualities you want to spend the rest of your life with, and then you look for those qualities in another person. That's real life. Don't you see it's a trap? If you keep trying to find everything, you'll wind up with nothing.”
Saya suka karakter-karakter di sini dan karakterisasinya juga bagus. Terutama saya suka Harold dan Andy. Setiap ada mereka saya kayak tenang gitu hahaha. Dan saya juga selalu suka sama narasi dari sudut pandang Harold (apalagi di Lispenard Street yang terakhir, walaupun bikin nangis tapi bagus banget).
“And so I try to be kind to everything I see, and in everything I see, I see him.”
Buku ini kayak "menetap" di kepala saya untuk waktu yang cukup lama, kepikiran terus bahkan sampai sekarang, dan saya yakin kayaknya bakal terus ada di kepala saya sampai bertahun-tahun ke depan ((haha lebay banget gue)).
Banyak yang bilang, setelah kalian baca A Little Life, mungkin kalian nggak bakal bisa menikmati buku lain.. dan yah, menurut saya nggak gitu juga sih, wkwk, tapi kalau saya baca buku yang temanya mirip A Little Life, buku ini akan terus saya jadiin patokan buat ngukur kebagusan buku itu.
Buku ini dengan gampang saya masukkan ke shelf favorit dan saya kasih 5 bintang di Goodreads (actual-nya 4.75 karena beberapa alasan yang udah saya sebutin di atas tapi juga karena beberapa alasan lain yang nggak saya sebut karena spoiler, haha, tapi yaa overall 5 bintang).
Biasanya sih, orang yang baca buku ini kalau suka kemungkinan suka banget dan kalau nggak suka kemungkinan nggak suka banget. Saya jelas masuk yang suka banget, dan kalau kalian penasaran kalian bakal masuk kategori yang manaa, silakan coba dibaca haha.
“But what was happiness but an extravagance, an impossible state to maintain, partly because it was so difficult to articulate?”
Buku ini juga sediih banget, jadi siap-siap nangis, ya! Saya nangis sepanjang awal part 6: Dear Comrade dan sepanjang Part 7: Lispenard Street, bener-bener dari awalnya sampai halaman terakhir wkwk.
p.s banyak banget yang saya mau sampaikan tentang buku ini, tapi nggak kepikiran apa lagi sekarang (mungkin juga karena terlalu banyak yang pengin saya bahas saya jadi bingung mau ngomong apa lagi yang tanpa spoiler). Jadi nanti kalau ada yang mau saya tambahin lagi, kemungkinan bakal saya update aja post-nya hehe.
cuplikan review "Maxwell" di Goodreads dan saya setuju haha |
--
Akhirnyaa selesai juga review 20 buku dalam satu post! Ternyata panjang juga yaa hahaha. Terima kasih buat siapa pun yang udah mau baca. Semoga review ini berguna (?).
Mungkin saya bakal bikin March Wrap Up berikutnya ((saya nggak baca apa-apa bulan Februari--emang saya payah)), tapi yaa liat nanti kalau ada niat, haha. Sebenernya saya lumayan aktif nge-review di Goodreads (kalau nggak males, sih, kalau males paling ngasih bintang aja) jadi ayo berteman di Goodreads :D.
Oke, segitu aja. ((Ya ampun ini udah panjang banget hahaha.))
whoa, salfok sama review buku urutan terakhir. panjang bgt, ketauan emg itu favoritnya mba. satu2nya buku yg mau aku baca dari list-an diatas adl Aristotle and Dante. btw, ini mba penulis reach number itu ya?
ReplyDeletehaha, sebenernya kalau dilihat dari rating-nya, A Little Life bukan favoritku banget karena rating sebenernya nggak sampai 5, tapi emang bukunya lumayan kontroversial, jadi banyak yang mau aku tulis ^^ hehe. Selamat membaca Aristotle & Dante :D dan iyaa hehe
DeleteBanyak bgt.... aku sebulan mentok2 cuma 10 buku, itu pun kalau niat. Bisa minta saran buku berbahasa ingris yang enak dibaca buat pemula? yang bahasanya gampang sama ceritanya seru..... Trimakasih.
ReplyDeleteHalo, iya ini juga karena libur sih bisa baca sampai 20 wkwk. Coba baca Aristotle and Dante (yang ada di review ini juga) itu bahasa Inggrisnya gampang dan ceritanya bagus :D.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete